Book Review
PEMIKIRAN ISLAM SEBUAH PENGANTAR
Review Islamic Thought An Introduction karya Abdullah Saeed
Abstract
Buku yang berjudul pemikiran islam sebuah pengantar ini, merupakan karangan Abdullah Saeed, beliau adalah salah satu Professor Islamic studies di Melbourne University-Australia. Beliau merupakan pemikir muslim yang kontemporer dalam bidang ke islaman. Dia mengusung apa yang di sebut dengan “contextualist approach” (pendekatan kontektualis). Pendekatan yang di gunakan pada karangnya ini yaitu sosio-historis . Pendekatan yang di gunakan, sebelumnya telah di perkenalkan dan di perluaskan oleh pemikir-pemikir sebelumnya, seperti Fazlur Rahman, dan Nasr Hamid Abu Zayd. Akan tetapi dalam hal ini Abdullah Saeed memberikan elaborasi argumentative yang komfrehensif dan langkah-langkah metodis pendekatan tersebut. Sebagai buku pengantar, buku ini dapat di pandang sebagai buku yang cukup komprehensif, karena semua aspek pemikiran islam di bahas di dalamnya. Selain itu juga pemikiran-pemikiran para ulama juga di paparkan secara jelas, dan sistematis. Sehingga pembacanya dapat memahami dengan baik dan menikmati alur pembahasannya.
A. Latar Belakang Masalah
Transmisi pengetahuan tentang agama pada priode awalnya bahwasannya agama islam disampaikan pertama kali melalui Al-Quran (pesan suci yang di terima oleh Nabi Muhammad SAW) secara berangsur-angsur. Namun setelah wafatnya beliau, pesan tersebut segera dikumpulkan oleh para sahabat menjadi satu, dalam bentuk buku beserta penafsiranya .
Kesulitan pertama yang di alami para sahabat adalah dalam cara memahami beberapa istilah dan ekspresi bahasa dalam Al-Quran. Kesulitan kedua adalah dalam memahami beberapa referensi sejarah dalam Al-Quran, minat sahabat untuk menggali referensi sejarah tersebut,khususnya tentang kisah-kisah para Nabi terdahulu, meningkat lebih drastis ketika generasi sahabat yang lebih muda mulai meneliti Al-Quran pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW . Abdullah Saeed memberikan beberapa ragam gambaran pemahaman terhadap penafsiran al Qur’an yang dimanifestasikannya dalam beberapa terminologi yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri dan juga memiliki arah pemahaman yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dari beberapa pendekatan pemahaman yang diberikan oleh Abdullah Saeed, antara satu pemahaman dengan pemahaman yang lainnya memeiliki diferensiasi yang tidak mempertemukan masing-masing pemikiran ini.
1. Tektualis
Abdullah saeed menyatakan bahwa kelompok tekstualis meyakini bahwa makna al Qur’an itu sudah fixed dan harus diaplikasikan secara universal. Kelompok salafi termasuk penganut tipologi ini. Yang dimasukkan sebagai bagian dari penganut tipologi ini adalah mereka yang dimasukkan dalam kategori salafi.
2. Semi tektualis
Pemikiran semi-tektualis dianggap berusaha membela makna literal al Qur’an dengan cara menggunakan idiom-idiom modern serta memakai argumentasi yang rasional. Dikategorikan dalam kelompok ini adalah al-ikhwan al-Muslimin di Negara Mesir dan juga jama’at Islami di Negara India.
3. Kontektualis
Kelompok ini memposisikan diri berada dalam golongan yang mendorong pada pemahaman al-Qur’an dengan tidak mengesampingkan konteks politik, sosial, kesejarahan, budaya serta termasuk di dalamnya adalah ekonomi, di mana al Qur’an diturunkan, dipahami serta sesudahnya diaplikasikan. Tipologi seperti ini merupakan tipologi yang juga diikuti oleh Fazlurrahman, Nasr Hamid Abu Zayd dan tentunya oleh Abdullah Saeed sendiri.
Landasan Teoritis Abdullah Saeed Dalam Penafsiran Kontekstual.
1. Adanya keterkaitan antara wahyu dan konteks sosio-historis yang mengitarinya. yang menunjukkan bahwa wahyu harus dipahami dalam konteks sosio-historis tersebut.
2. Fenomena fleksibilitas dalam cara membaca al-Qur’an (sab’ah ahruf) dan pengubahan hukum mengikuti situasi dan kondisi yang baru (naskh) yang menunjukkan bahwa al-Qur’an, sejak awal pewahyuannya, telah berdialektika secara aktif dengan audien pertamanya. Fenomena ini menginspirasikan hal yang sama untuk masa-masa berikutnya.
3. Kondisi al-Qur’an yang secara internal (ayat-ayat teologis, kisah, dan perumpamaan) tidak dapat dipahami dengan pendekatan tekstual ansih .
Akan tetapi berbeda lagi dengan pandangan metode yang di gunakan oleh pemikir islam lainnya, seperti Fazlur Rahman , dalam karyanya, terlihat bahwa kegelisahan akademik yang dirasakan Rahman sebagai intelektual Muslim adalah kemandegan atau stagnasi intelektual yang dirasakan oleh sebagian besar umat Islam. Tak pelak, ketika umat Islam dihadapkan dengan berbagai problem kekinian, seakan-akan menjadi ‘gagap’ dan tak mampu memberikan jawaban yang semestinya. Semua itu, oleh Rahman disinyalir disebabkan oleh tertutupnya pintu ijtihad, meskipun tidak pernah diyatakan secara formal.
Fazlur Rahman selama ini juga menyayangkan lesunya pembaharuan pemikiran Islam atau tidak adanya upaya-upaya kreatif dan berani, melalui proses pemikiran yang serius, jelas, dan sistematis, sehingga umat Islam belum mampu menghadari tantangan zaman (modernitas) sesuai dengan ajaran Islam. Selama ini, sikap ekstrim yang diambil umat Islam untuk menjawab persoalan kontemporer adalah laissez faire (masa bodoh) terhadap kekuatan-kekuatan baru yang menghanyutkan dan sikap melarikan diri ke masa lampau yang dilakukan secara emosional. Sikap demikian pada akhirnya menambah kebekuan dalam metodologi pemikiran di kalangan umat Islam.
Untuk mengatasi problem intelektual yang terjadi di dunia Islam, Rahman menyarankan umat Islam agar meneladani generasi muslim awal, yang secara bebas, berani, dan bertanggung jawab menggunakan akal mereka untuk memahami sumber ajaran Islam yang pokok, yakni al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan, dalam banyak hal, generasi muslim awal cenderung menggunakan akal mereka terlebih dahulu, sebelum menengok pada al-Qur’an maupun Sunnah Nabi untuk menangangi kasus-kasus tertentu.
Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd.
Kehadiran teks dalam tradisi keagamaan telah membawa pengaruh dan implikasi yang cukup besar bagi perkembangan intelektual, kebudayaan dan peradaban. Tradisi Arab-Islam nampak memiliki “tradisi teks” yang cukup kuat ketimbang peradaban yang lain. Perhatian yang diberikan oleh para pengkaji Islam dalam menelaah tradisi Arab-Islam dari dulu sampai dewasa ini, banyak difokuskan kepada pembacaan teks-teks tersebut. Menurut Nasr Hamid Abu Zayd, hal ini dilatarbelakangi suatu asumsi bahwa peradaban dunia dapat diandaikan kepada tiga kategori, yaitu peradaban Mesir Kuno yang disebut “peradaban (yang muncul) pasca kematiannya” (hadlârah mâ ba’da al-maut ), peradaban Yunani disebut “peradaban akal” (hadlârah al-‘aql) , sedangkan peradaban Arab-Islam dikategorikan sebagai “peradaban teks” ( hadlârah an-nash) .
Peradaban Arab-Islam disebut peradaban teks dalam pengertian sebagai peradaban yang menegakkan asas-asas epistemologi dan tradisinya atas suatu sikap yang tidak mungkin mengabaikan peranan teks di dalamnya. Kendati demikian, ini tidak berarti bahwa teks itu sendiri yang menumbuh-kembangkan peradaban atau meletakkan asas-asas kebudayaan dalam sejarah masyarakat Muslim. Sesungguhnya faktor utama yang melandasi dan menjadi asas epistemologi dari suatu kebudayaan adalah proses dialektika antara manusia dengan realitasnya ( jadal al-insân ma’a al-wâqi’i) yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya pada satu sisi, dan proses dialog kreatif manusia yang terjalin dengan teks ( wa hiwâruhu ma’a an-nash) pada sisi yang lain . Realitas sebagai sebuah “teks” seperti konteks kesejarahan manusia, begitu pula teks-teks liturgis keagamaan yang lain seperti Alquran, hadis, kitab tafsir, syarah hadis, fiqih, tasawuf dan falsafah telah berperan sebagai instrumen yang melengkapi lahirnya kebudayaan dan peradaban masyarakat Arab-Islam.
B. Kerangka Teori
Pada Bab pertama buku Abdullad Saeed yang berjudul “Pemikiran Islam Sebuah pengantar” ini di terangkan jelas tentang pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad SAW dan menjelaskan mengenai konteks Sosio-Historis penyebaran awal tradisi pemikiran dan pengembangan ajaran agama islam, kemudian pada Bab ke dua membahas juga tentang sumber ajaran islam yang paling utama Yakni Al-Quran, proses pewahyuan, steruktur dalam Al-Quran, beberapa tema pokok dalam Al-Quran, hingga bagaimana perkembangan pemahaman penafsiran Al-Quran. Dan juga pada Bab ke tiga disinggung juga konsep Sunnah dalam Islam, proses kodifikasi peran sunnah sebagai setandar normative dan praksis bagi muslim, hingga tentang perdebatan muslim seputar otentisitas hadis saat ini. Berkaitan dengan itu muncullah pemikiran ijtihadist progressive abdullah saeed.
Dalam bukunya, Islamic Thought, Abdullah Saeed menyebutkan enam karakteristik yang paling penting yang dimiliki oleh mereka yang mengaku dirinya sebagai muslim progressif, yaitu:
1. Mereka mengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang hukum islam tradisional memerlukan perubahan dan repormasi substansial dalam rangka meyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat muslim saat ini.
2. Mereka censrung mendukung perlunya fresh ijtihad dan metodologi baru dalam ijtihat untuk menjawab permasalahan-permasalahan kontemporer.
3. Beberapa diantara mereka juga mengkombinasikan kesarjanaan islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan barat modern
4. Mereka secara teguh berkeyakinan bahwa perubahan social, baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi, atau teknologi, harus di refleksikan dalam hukum islam.
5. Mereka tidak mengikatkan dirinya pada dogmatism atau madhahab hukum dan teologi tertentu dalam pendekatan kajiannya.
6. Mereka meletakkan titik tekan pemikirannya pada keadilan social,keadilan gender, HAM dan relasi yang harmonis antara muslim dan non-muslim .
Dari keriteria diatas jelaslah bahwa muslim progressif di tuntut penguasaanya pada dasar-dasar islam dan permasalahannya kontemporer untuk kemudian melalui proses berfikir metologis menemukan jawabannya. Karena itulah maka Abdullah Saeed juga menyebutnya dengan progressive ijtihadist. Mereka dituntut melompat jauh melampoi apologi yang sering di kumandangkan oleh kaum tradisional ataupun modernis dan juga melampoi batasan yang di canangkan oleh kaum neo-modernist.
Berkanitan dengan operasionalisasi ijtihad yang dilakukan oleh muslim progressif ini, perlu di kemukakan bentuk-bentuk ijtihad yang sangat luar biasa dan popular yang digunakan pada priode modern ini. Abdulah Saeed mengidentifikasikan tiga model ijtihad yang menurutnya sangat berpengaruh pada masanya masing-masing sepanjang sejarah hukum islam.
a. Text-basid ijtihad, yakni metode ijtihad yang lazim dilakukan oleh fuqaha klasik dan masih memilki banyak penagaruh di kalangan pemikir tradisional, pada model ini text berkuasa penuh, baik itu nash Qurany hadist maupun pendapat para Ulama atau Ijma dan Qiyas.
b. Electic ijtihad, yakni upaya memilih nash atau pendapat ulama sebelumnya yang paling mendukung pendapat dan posisi yang diyakininya. Yang adalah upaya justifikasi bukan pencarian kebenaran.
c. Context based ijtihad yakni sebuah penomena baru yang mencoba memahami masalah hukum dalam konteks kesejarahan dan kontek kekiniannya (modern), pada biasanya pendapat akhirnya megacu pada kemaslahatan umum .
Ijtihad model ketiga inilah yang dilakukan oleh para progressive ijtihadis, kalau metode klasik biasanya memecahkan permasalahan hukum dengan mendasarkannya pada teks Al-Quran, kemudian memahami apa yang dikatakan teks tentang permasalahan tersebut. Dan paling jauhnya kemudian menghubungkan teks itu dengan konteks sosio-historisnya, maka progressive ijtihadist mencoba lebih jauh lagi menghubungkannya dengan konteks kekinian sehingga tetap up to date dan bisa di terapkan.
Kemudian pada ranah metode Etnolinguistik di paparkan pada Bab lima, yang mana pada pembahasan ini mengkaji tentang pemikiran teologi islam, di uraikannya pandangan-pandangan dari beberapa mazhab islam, awal mula munculnya dan tumbuh perdebatan teologis dinamika kemunduran kalam. Sampai pada perkembangan kalam modern . Dan pada Bab selanjutnya di terangkan juga tentang mistesme islam, yang di kenal denga Tasawuf. Disini dipaparkan bagaimana perkembangan tasawufsejak pertama, hingga masa modern ini. Serta beberapa kritik yang sering kali di lontarkan kepada kaum sufi. Kemudian sampai pada Bab terakhir membahas tentang pemikiran politik islam, perdebatan tentang persoalan imamah dan kepemimpinan, tentang hubungan Negara dan agama, reformasi politik oleh beberapa tokoh politik muslim terkemuka. Serta membahas tentang beberapa gerakan pembaharuan repormasi dan moderenisme dalam tubuh islam .
Pada priode modern muncul banyak sekali tren dalam pemikiran islam, karena tren pemikiran islam yang muncul ini sangat beragam, maka sulit kiranya kita mementukan satu tipologi umum yang mencover seluruh trend dan jumlah pemikir islam kontemporer yang beragam tersebut, meskipun demikian, saya tetap akan mencoba untuk meringkas, paling tidak secara kasar, seluruh tren pemikiran islam yang ada saat ini .
C. Kontribusi Pengetahuan terhadap pemikiran.
Di dalam pemikiran islam, tradisi merupakan keseluruhan buah pikiran yang pertumbuhan dan perkembangannya telah berjalan lebih dari 14 abad. Oleh karenanya tradisi islam di bidang pemikiran dengan sendirinya merupakan suatu merupakan suatu budaya islam sebagai hasil dialog antarakeuniversalan islam dengan kepartikularan tuntutan ruang dan waktu melalui para pemeluknya. Dari persepektif ini diakuinya daya cipta luar biasa kaum muslim terdahulu dalam menjawab semua tantangan zamannya berdasarkan agama.
Revolusi islam merupakan keadaan masyarakat dimana:
Pertama: semua muslim di suatu wilayah termobiliser sampai titik dimana kehendak dan upaya kolektifnya menjadi tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan,
Kedua: masyarakat muslim memerlukan sesuatu kepemimpinan secara positif komitment dengan tujuan pradaban islam dan tidak ada kepentingan kelas atau kepentingan lain.
Ketiga: energy yang kemudian di keluarkan itu mampu merekonstruksikan masyarakat pada semua tingkatan secara internal,
Ke empat: tatanan social membutuhkan keyakinan dan kemampuan untuk berhubungan dengan dunia eksternal dengan cara sendiri.
Autentik:
Pemikiran autentik dari tradisi barat serta dari iqbal, quthb, syariaty dan arkoun biasa dikatakan memeliki karakteristik bersama sebagai berikut:
1. Pemikiran ini di mulai dengan pemahaman tentang diri sebagai sesuatu yang unik
2. Aktivitas manusia melahirkan keragaman kondisi-kondisi individualitas manusia
3. Pemikiran autentik menumbuhkan perjalanan terhadap kemoderan dan tradisi
4. Pemikiran autentik bisa berubah menjadi individualism radikal, subjektivesme, kongnitif dan relativesme nilai.
D. Kritik dan Saran
Setelah menikmati alur pembahasan diatas ada banyak kritikan dan saran yang bisa di paparkan disini. Terutama pada kekurangan dan kelebihan pada buku ini. Mengacu pada kelebihannya terlebih dahulu, walaupun buku ini hanya sebuah pengatar dalam pengkajian pemikiran islam, akan tetapi buku ini dapat di pandang sebagai buku yang cukup komfrehensif. Karena semua aspek pemikiran islam telah di bahas di dalamnya. Selain itu juga buku ini memuat pemikiran-pemikiran yang Mainstream di kalangan para ulama muslim dalam bidang ke islaman tersebut, yang harus di ketahui oleh siapapun yang tertarik. Baik untuk mengenal maupun mengkaji islam. Meskipun demikian, pandangan-pandangan yang tidak maenstrim pun juga dan juga merupakan perkembangan baru dipaparkannya dengan sangat baik.
Kelebihan lain juga tentang buku ini adalah bahwa setiap pemikiran para ulama dipaparkan oleh saeed secara lugas, jelas dan sistematis. Sehingga para pembacanya dapat memahami dengan dengan baik isi buku yang di karangnya, dan dapat menikmati alur-alur pembahasannya. Para pembacapun tidak cepat jenuh dan bosan dengan ekspesi dan isi bukunya, sumber-sumber yang di jadikan rujukan oleh saeed dalam menulis bukunya sangat refresentatifdan sering di gunakan oleh penulis-penulis lain. Terlepas dari kelebihan tersebut, terdapat kekurangan juga di dalam buku ini, kekurangannya yaitu belum ada pembahasan tentang pemikiran islam di Indonesia atau yang di kemukakan oleh ulama sarjana-psarjana muslim Indonesia, dari keseluruhan pembahasan bukunya, terdapat pembahasan pemikiran para muslim di luar ke indonesiaan. Perlu adanya penambahan pembasan terkait dengan ke muslim Indonesia, jangan terlalu terpaku pada muslim eropa ataupun muslim timur tengah.
Meningat bahwasannya setiap manusia biasa tidak bisa luput dari kesalah dan dosa. Maka dari itu, dengan adanya kelebihan itulah segala sesuatu kekurangan yang ada pada manusia bisa menutupi kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abû Zayd. Nasr Hâmid, 1998, Mafhûm an-Nash: Dirâsah fî ‘Ulûm al-Qur’ân, (Beirut: Markaz as-Saqâfî al-‘Arabî,)
Majid. Nurcholish, 1993, Masalah tradisi dan inovasi ke islaman dalam bidang pemikiran, serta tantangan dan harapannya di Indonesia dalam islam dan kebudayaan Indonesia, dulu, kini, dan esok. (Jakarta, Dewan redaksi: Yusdiono DKK), yayasan festival istiqlal,
Rahman, Fazlur. 1995, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung: Penerbit Pustaka).
Robert D, lee, Mencari Islam Autentik, Dari Nalar Puitis Iqbal Hingga Nalar Kritis Arkoun, (Bandung, Mizan).
Saeed, Abdullah. 2006. Islamic Thought An Introduction. London and New York: Routledge
______________. 2006, Interpreting the Quran: Towards a Contemporary Approach (New York: Routledge.).
--------------------, 2014, Pemikiran Islam Sebuah Pengantar, (Yogyakarta, Baitul hikmah press)
============, 2005. Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia, (London University Press and The Institute of Ismaili Studies).
Siddiqi. Kalim, 2002, Seruan-serua Islam, Tanggung Jawab dan Kewajiban Menegakkan Syariat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajaran).
Comments
Post a Comment