Skip to main content

Biografi Jasser Auda

Biografi Jasser Auda
Jasser Auda adalah Associate Professor di Fakultas Studi Islam Qatar (QFTS) dengan fokus kajian Kebijakan Publik dalam Program Studi Islam. Dia adalah anggota pendiri Persatuan Ulama Muslim Internasional, yang berbasis di Dublin; anggota Dewan Akademik Institut Internasional Pemikiran Islam di London, Inggris; anggota Institut Internasional Advanced Sistem Research (IIAS), Kanada; anggota pengawas Global Pusat Studi Peradaban (GCSC), Inggris; anggota Dewan Eksekutif Asosiasi Ilmuan Muslim Sosial (AMSS), Inggris; anggota Forum Perlawanan Islamofobia dan Racism (FAIR), Inggris dan konsultan untuk Islamonline.net. Ia memperoleh gelar Ph.D dari university of Wales, Inggris, pada konsentrasi Filsafat Hukum Islam tahun 2008. Gelar Ph.D yang kedua diperoleh dari Universitas Waterloo, Kanada, dalam kajian Analisis Sistem tahun 2006. Master Fikih diperoleh dari Universitas Islam Amerika, Michigan, pada fokus kajian Tujuan Hukum Islam (Maqashid al-Syari’ah) tahun 2004. Gelar B.A diperoleh dari Jurusan Islamic Studies pada Islamic American University, USA, tahun 2001 dan gelar B.Sc diperoleh dari Engineering Cairo University, Egypt Course Av., tahun l988. Ia memperoleh pendidikan al-Qur’an dan ilmu-ilmu Islam di Masjid al- Azhar, Kairo. Jasser Auda adalah direktur sekaligus pendiri Maqashid Research Center di Filsafat Hukum Islam di London, Inggris, dan menjadi dosen tamu untuk Fakultas Hukum Universitas Alexandria, Mesir, Islamic Institute of Toronto, Kanada dan Akademi Fikih Islam, India. Dia menjadi dosen mata kuliah hukum Islam, filsafat, dan materi yang terkait dengan isu-isu Minoritas Muslim dan Kebijakan di beberapa negara di seluruh dunia. Dia adalah seorang kontributor untuk laporan kebijakan yang berkaitan dengan minoritas Muslim dan pendidikan Islam kepada Kementerian Masyarakat dan Dewan Pendanaan Pendidikan Tinggi Inggris, dan telah menulis sejumlah buku; yang terakhir dalam bahasa Inggris, berjudul Maqashidal-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach (London: III T, 2008). Tulisan yang telah diterbitkan berjumlah 8 buku dan ratusan tulisan dalam bentuk jurnal, tulisan media, kontribusi tulisan di buku, DVD, ceramah umum, dan jurnal online yang tersebar di seluruh dunia. Selain itu, banyak penghargaan yang telah ia terima.
C. Perkembangan Pemikiran Hukum Islam
Berbicara tentang filsafat keilmuan hukum Islam saat ini tidak bisa terlepas dari peta sejarah perkembangan pemikiran Islam dengan teliti mulai dari era Islam Tradisionalis, Islam Modern sampai Islam Postmodern. Jasser Auda membuat peta perkembangan pemikiran Islam dalam bukunya tersebut. 
Pertama Islamic Traditionalism. Ada empat varian disini.1) Scholastic Traditionalism, dengan ciri berpegang teguh pada salah satu madzhab fiqh tradisional sebagai sumber hukum tertinggi, dan hanya membolehkan ijtihad, ketika sudah tidak ada lagi ketentuan hukum pada madhhab yang dianut. 2) Scholastic NeoTraditionalism, bersikap terbuka terhadap lebih dari satu madhhab untuk dijadikan referensi terkait suatu hukum, dan tidak terbatas pada satu madhhab saja. Ada beberapa jenis sikap terbuka yang diterapkan, mulai dari sikap terhadap seluruh madhhab fiqh dalam Islam, hingga sikap terbuka pada madhhab Sunni atau Shia saja. 3) Neo-Literalism, kecenderungan ini berbeda dengan aliran literalism klasik (yaitu mazhab Zahiri). Neo-literalism ini terjadi pada Sunni maupun Shia. Perbedaannya dengan literalism lama adalah jika literalism klasik (seperti versi Ibn Hazm) dengan neo-Literalism adalah literalism klasik lebih terbuka pada berbagai koleksi hadis, sedangkan neo-literalism hanya bergantung pada koleksi hadis dalam satu mazhab tertentu. Namun demikian, neo-literalism ini seide dengan literalisme klasik dalam hal sama-sama menolak ide untuk memasukkan purpose atau maqasid sebagai sumber hukum yang sah (legitimate). Contoh neo-literalism saat ini adalah aliran Wahabi. 4) Ideology-Oriented Theories. Ini adalah aliran traditionalism yang paling dekat dengan post-modernism dalam hal mengkritik modern ‘rationality’ dan nilai-nilai yang bias ‘euro-centricity’,‘west-centricity’. Salah satu sikap aliran ini adalah penolakan mereka terhadap demokrasi dan sistem demokrasi, karena dinilai bertentangan secara fundamental dengan sistem Islam. 
Kedua, Islamic Modernism. Ciri umum para tokoh corak pemikiran ini adalah mengintegrasikan pendidikan Islam dan Barat yang mereka peroleh, untuk diramu menjadi tawaran baru bagi reformasi Islam dan penafsiran kembali (re-interpretation). Ada lima varian disini. 1) Reformist Reinterpretation. Dikenal juga sebagai ‘contextual exegesis school’ atau atau menggunakan istilah Fazlur Rahman ‘systematic inter pretation’. Contoh, Muhammad Abduh, Rashid Rida dan al-Tahir Ibn Ashur telah memberi kontribusi berupa mazhab tafsir baru yang koheren dengan sains modern dan rasionalitas. 2) Apologetic Reinterpretation. Perbedaan antara reformist reinterpretations dan apologetic reinterpretations adalah reformist memiliki tujuan untuk membuat perubahan nyata dalam implementasi hukum Islam praktis; sedangkan apologetic lebih pada menjustifikasi status quo tertentu, ‘Islamic’ atau ‘non-Islamic’. Biasanya didasarkan pada orientasi politik tertentu. seperti Ali Abdul Raziq dan Mahmoed Mohammad Taha. 3) Dialogue-Oriented Reinterpretation/Science-Oriented Reinterpretation. Ini merupakan aliran modernis yang menggunakan pendekatan baru untuk reinterpretasi. Mereka memperkenalkan ‘a scientific interpretation of the Qur’an and Sunnah’. Dalam pendekatan ini, ‘rationality’ didasarkan pada ‘science’, sedangkan ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis direinterpretasi agar selaras dengan penemuan sains terbaru. 4) Interest-Oriented Theories. A Maslahah-based approach ini berusaha untuk menghindari kelemahan sikap apologetic, dengan cara melakukan pembacaan terhadap nass, dengan penekanan pada maslahah yang hendak dicapai. Contoh, seperti Mohammad Abduh dan al-Tahir ibn Ashur yang menaruh perhatian khusus pada maslahah dan maqasid dalam hukum Islam, sehingga mereka menginginkan reformasi dan revitalisasi terhadap hukum Islam yang terfokus pada metodologi baru yang berbasis maqasid. 5) Usul Revision. Tendensi ini berusaha untuk merevisi Usul al-Fiqh, mengesampingkan keberatan dari neotradisionalis maupun fundamentalist lainnya. Bahkan para tokoh yang tergolong Usul Revisionist menyatakan bahwa ‘tidak ada pengembangan signifikan dalam hukum Islam yang dapat terwujud, tanpa mengembangkan Usul a-Fiqh dari hukum Islam itu sendiri. Beberapa nama disebut sebagai contoh, antara lain Mohammad Abduh (1849-l905), Mohammad Iqbal (1877-1938), Rashid Rida, al-Tahir ibn Ashur, al- Tabtabai, Ayatullah al-Sadir, Mohammad al-Ghazali, Hasan al-Turabi, Fazlur Rahman, Abdullah Draz, Sayyid Qutb, Fathi Osman . Juga Ali Abdul Raziq, Abdulaziz Sachedina, Rashid Ghannouchi, Mohammad Khatami. 
Ketiga, Post-modernism. Metode umum yang digunakan tendensi ini adalah ‘deconstruction’, dalam style Derriida. 1) Post Structuralism. Berusaha membebaskan masyarakat dari otoritas nass dan menerapkan teori semiotic ( Teori yang menjelaskan bahwa “Bahasa sesungguhnya tidak menunjuk kepada realitas secara langsung” (Language does not refer directly to the reality) terhadap teks al-Qur’an, agar dapat memisahkan bentuk implikasi yang tersirat (separate the implication from the implied). 2) Historicism. Menilai al-Qur’an dan hadis sebagai ‘cultural products’ dan menyarankan agar deklarasi hak-hak asasi manusia modern dijadikan  sebagai sumber etika dan legislasi hukum. 3) Critical –Legal Studies (CLS). Bertujuan untuk mendekonstruksi posisi ‘power’ yang selama ini mempengaruhi hukum Islam, seperti powerful suku Arab dan “male elitism’. 4) Post-Colonialism. Mengkritik pendekatan para orientalis klasik terhadap hukum Islam, serta menyerukan pada pendekatan baru yang tidak berdasarkan pada ‘essentialist fallacies’ (prejudices) terhadap kebudayaan Islam. 5) Neo-Rationalism. Menggunakan pendekatan historis terhadap hukum Islam dan mengacu pada madhhab mu’tazilah dalam hal rational reference untuk mendukung pemahaman mereka. Banyak nama yang disebut. Antara lain Mohammad Arkoun, Nasr Hamid Abu Zaid, Hasan Hanafi, al-Tahir al-Haddad dan juga Ebrahim Moosa dengan buku-buku atau artikel yang disebut dalam bab Bibliograpi. Juga Ayatullah Shamsuddin, Fathi Osman, Abdul Karim So roush, Mohammad Shahrur dan yang lain-lain. Jasser Auda kemudian mengajukan pendekatan Systems untuk membangun kerangka pikir baru untuk pengembangan hukum Islam di era global-kontemporer. Hasil penelitian terhadap ke tiga trend hukum Islam diatas dinyatakan sebagai berikut: “Current applications (or rather, misapplications) of Islamic Law are reductionist rather than holistic, literal rather than moral, one-dimensional rather than multidimensional, binary rather than multi-valued, deconstructionist rather than reconstructionist, and causal rather than teleological”. (Penerapan atau lebih tepat disebut kesalah penerapan hukum Islam di era sekarang adalah karena penerapannya lebih bersifat reduktif (kurang utuh) dari pada utuh, lebih menekankan makna literal dari pada moral, lebih terfokus pada satu dimensi saja dari pada multidimensi, nilai-nilai yang dijunjung tinggi lebih bercorak hitam-putih dari pada warna-warni pelangi, bercorak dekonstruktif dari pada rekonstruktif, kausalitas dari pada berorientasi pada tujuan (teleologis).

Comments

Popular posts from this blog

تَرْكِيْبُ البَرْنَامِجُ القَضَائِيُ لِطُلَابِ الجَامِعةُ الإسْلاَمِيَةُ تُغوْلَغْ بَاوَاغْ, الفَتْرَةُ الرَابِعَة, العَامُ الدِرَاسِي أَلْفَيْنِ وَثمَانِيَةُ عَشَرأو ألفين وتسعة عشر ملادية

  تَرْكِيْبُ البَرْنَامِجُ القَضَائِيُ لِطُلَابِ الجَامِعةُ الإسْلاَمِيَةُ تُغوْلَغْ بَاوَاغْ, الفَتْرَةُ الرَابِعَة, العَامُ الدِرَاسِي أَلْفَيْنِ وَثمَانِيَةُ عَشَرأو ألفين وتسعة عشر ملادية ترتيب البرنامج البرامج الأول      : الِإفِتِتَحَاحُ    حي علي إفتتحاح هذه البرامج بقراءة بسملة      البرنامج الثاني      : قِرَاءَةُ القُرانِ الكَريم, سَيَتْلُوْهَا ..........اليه فليتفضل مشكورا البرنامج الثالث     : الَرقْصُ بيندانا البرنامج االرابع     : يُغْنِي الأَغْنِياءُ الاندونيسية رَاية ومَارس الجامعة الإسلامية تولغ باواغ. اليه فليتفضل مشكورا. أَرْجُوْ اليكمْ قُوْمُوْ.....,إجلسو... البرنامج الخامس   : تَقْرِيْرُ الَرئِيْسُ القِيَادةُ ................. اليه فليتفضل مشكورا البرنامج السادس   : تَرْحِيْبُ مِنْ رَئِيْسِ الجَامِعَةُ الإسْلَامِيَة تُوْلَغْ بَاوَاغْ .......... اليه فليتفضل مشكورا البرنامج السابع     : قِرَاءَةُ مَرْسُوْم اِشْتِرَاعِيّ رَئِيْسُ الجَ...

MPLS CERIIAAAA...

MPLS CERIAAAA... Hari ini, Senin (15/7) merupakan hari pertama masuk sekolah bagi seluruh siswa-siswi di Indonesia setelah libur panjang. Memasuki hari pertama, para peserta didik baru akan mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah untuk mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam menyelenggarakan MPLS sekolah SMP Plus Darul Ishlah berusaha untuk menghindari hal-hal yang membuat siswa/santri tidak merasa betah/kerasan di pondok dan sekolah. Dengan demikian, kegiatan MPLS yang berlangsung selama 3 hari, panitia yang diwakili oleh beberapa guru dan OSIS bahu membahu dalam menyukseskan MPLS yang menyenangkan dan siswa baru merasa aman dan nyaman. K eceriaan peserta MPLS dan Guru Pendamping Hal ini sesuai dengan Ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat inspeksi mendadak ke SD Muhammadiyah 5, Jakarta, Senin 15 Juli 2019. “Karena kesan pertama itu akan sangat menentukan keadaan anak-anak berikutnya ketika berada ...

Beberapa Jenis Empirisme

Beberapa Jenis Empirisme 1. Empirio-kritisisme     Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik. baca jug:  https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/pengertian-empirisme.html 2. Empirisme Logis      Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut : a. Ada batas-batas ba...

Tokoh-Tokoh Empirisme

Tokoh-Tokoh Empirisme   Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume. baca juga:  https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/pengertian-filsafat-pendidiakan.html a.John Locke (1632-1704)    Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke : Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). ...