BOOK REVIEW
KRITIK
SEJARAH FAZLUR RAHMAN;
UPAYA
MENCAIRKAN HADITS NABI[1]
Review
Buku Islamic Methodology In History Karya Fazlur Rahman
Abstraksi: Menelaah
metodologi pemikiran Islam (Islamic Metodology) dari perspektif sejarah dewasa
ini dirasa sangatlah perlu. Tujuannya adalah untuk melakukan kritik terhadap
pemikiran Islam ortodok yang menyatakan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup. Dengan
kembali membuka pintu ijtihad, umat Islam diharapkan bisa melakukan sebuah
penafsiran yang kreatif, bebas, dan kontekstual terhadap sumber-sumber pokok
ajaran Islam—al-Qur’an dan sunnah Nabi—sehingga bisa memberikan jawaban yang
tepat bagi problem umat masa kini.
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam konteks pemikiran Islam, Fazlur Rahman[3]
dikenal sebagai salah seorang pemikir besar. Ahmad Syafii Maarif, dalam tulisan
pengantar buku Islam karya Fazlur Rahman terbitan Indonesia menyatakan,
bahwa pada diri Rahman, berkumpul ilmu seorang alim yang alim dan ilmu seorang
orientalis yang paling beken.[4]
Penilaian semacam ini mungkin nampak berlebihan. Namun, bila karya-karyanya
dibandingkan dengan karya ulama-ulama klasik maupun karya-karya orientalis,
kita akan percaya akan kedalaman ilmu pengetahuannya.
Abdul A’la dalam pendahuluan bukunya, Dari Neomodernisme ke
Islam Liberal, menyatakan bahwa Fazlur Rahman adalah salah seorang tokoh
yang secara intelektual dididik dan dibesarkan dalam tradisi keagamaan Islam
yang kuat dan dunia keilmuan Barat yang kritis. Pengembaraan intelektualitasnya
akhirnya mengantarkan dia ke arah mazhab neo-modernisme[5]
dengan wacana yang bersifat humanitarianistik dan sarat dengan pemikiran yang
liberal, tapi tetap otentik sekaligus historis.[6]
Melalui karya-karyanya; Prophecy in Islam (1958), Ibn
Sina, De Anima (1959), Islam (1968), Major Themes of The Qur’an
(1980), Islamic Education and Modernity (1982), kita bisa melihat bahwa
pemikiran Rahman mencakup banyak bidang. Rahman menulis tentang filsafat,
teologi, sejarah, agama, dan pendidikan. Pemikiran Rahman yang bersifat
historis misalnya, nampak dalam bukunya Islamic Methodology in History,
yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Membuka
Pintu Ijtihad terbitan Pustaka Bandung.
Buku Islamic Methodology in History pada mulanya ditulis
dalam bentuk artikel-artikel yang dipublikasikan dalam jurnal Islamic
Studies, mulai bulan Maret 1962 sampai Juni 1993. Namun, khusus bab 4, yang
berjudul “Ijtihad in the Later Centuries”, adalah tambahan baru. Karya
ini tidaklah bersifat kajian historis murni yang deskriptif, tapi juga
mempunyai sisi preskriptif. Karya ini bertujuan untuk memperlihatkan evolusi
historis terhadap aplikasi prinsip-prinsip dasar pemikiran Islam yang empat:
al-Qur’an, sunnah, ijtihad, dan ijma’, yang menjadi kerangka bagi semua
pemikiran Islam, dan juga untuk menunjukkan peran aktual keempat unsur tersebut
dalam perkembangan pemikiran Islam.[7]
Dari karyanya tersebut, terlihat bahwa kegelisahan akademik yang
dirasakan Rahman sebagai intelektual Muslim adalah kemandegan atau stagnasi intelektual
yang dirasakan oleh sebagian besar umat Islam. Tak pelak, ketika umat Islam
dihadapkan dengan berbagai problem kekinian, seakan-akan menjadi ‘gagap’ dan
tak mampu memberikan jawaban yang semestinya. Semua itu, oleh Rahman disinyalir
disebabkan oleh tertutupnya pintu ijtihad, meskipun tidak pernah diyatakan
secara formal.[8]
Fazlur Rahman selama ini juga menyayangkan lesunya pembaharuan
pemikiran Islam atau tidak adanya upaya-upaya kreatif dan berani, melalui
proses pemikiran yang serius, jelas, dan sistematis, sehingga umat Islam belum
mampu menghadari tantangan zaman (modernitas) sesuai dengan ajaran Islam.
Selama ini, sikap ekstrim yang diambil umat Islam untuk menjawab persoalan
kontemporer adalah laissez faire (masa bodoh) terhadap kekuatan-kekuatan
baru yang menghanyutkan dan sikap melarikan diri ke masa lampau yang dilakukan
secara emosional.[9] Sikap demikian
pada akhirnya menambah kebekuan dalam metodologi pemikiran di kalangan umat
Islam.
Untuk mengatasi problem intelektual akut yang
terjadi di dunia Islam, Rahman menyarankan umat Islam agar meneladani
generasi muslim awal, yang secara bebas, berani, dan bertanggung jawab
menggunakan akal mereka untuk memahami sumber ajaran Islam yang pokok, yakni
al-Qur’an dan Sunnah.[10]
Bahkan, dalam banyak hal, generasi muslim awal cenderung menggunakan akal
mereka terlebih dahulu, sebelum menengok pada al-Qur’an maupun Sunnah Nabi untuk
menangangi kasus-kasus tertentu.[11]
B.
Pentingnya Topik Penelitian
Dalam buku Islamic Metodhology in History, Fazlur
Rahman memilih topik metologi Islam sebagai topik utama penelitian. Topik
kajian Rahman ini tentu sangatlah tepat sebagai pijakan awal untuk melakukan
pembaharuan terhadap pemikiran Islam yang selama ini dianggap hanya bersifat
semantik dan mekanis, daripada interpretatif dan ilmiah. Kajian Rahman yang
tidak hanya bersifat historis murni yang deskriptif, tapi juga mempunyai sisi
preskriptif dan interpretatif, terutama saat mengkaji hadits diharapkan bisa memberikan
kontribusi positif terhadap studi hadits yang selama ini banyak berfokus pada
studi sanad dan matan.
Bagi Fazlur Rahman sendiri, nampaknya upaya metodologis untuk
mencairkan kembali hadits-hadits Nabi ke dalam bentuk sunnah yang hidup (living
sunnah) melalui studi sejarah merupakan sebuah keniscayaan. Jika umat Islam
secara metodologis sudah bisa melakukan studi terhadap materi-materi hadits
secara konstruktif dengan norma-norma kritisisme historis, dengan sendirinya
kita akan mampu mengembangkan formula baru yang kontekstual dan adaptif terhadap
persoalan umat masa kini.[12]
C.
Pendekatan dan Kerangka Teori
Fazlur Rahman dalam karyanya ini setidaknya menggunakan dua
pendekatan sekaligus, yakni pendekatan sosiologis-historis dan hermeneutis. Pendekatan
sosiologis-historis digunakan Rahman ketika ia menarasikan secara baik ihwal
konsep-konsep sunnah, ijtihad, ijma’ pada awal sejarah Islam, perkembangan
hadits di masa lampau, gerakan hadits, perkembangan post formatif di dalam
Islam, ijtihad di masa-masa awal, hingga perubahan sosial dan sunnah di masa
lampau. Dengan pendekatan ini, nampaknya ia ingin mengantarkan pembaca untuk
mengetahui secara baik perubahan atau evolusi historis terhadap aplikasi
prinsip-prinsip dasar pemikiran Islam yang empat: al-Qur’an, sunnah, ijtihad,
dan ijma’, yang menjadi kerangka bagi semua pemikiran Islam.
Sedangkan pendekatan hermeneutis digunakan Rahman ketika ia
menginterpretasikan berbagai teori atau konsep yang berasal dari intelektual
Muslim klasik maupun orientalis, baik ketika membahas konsep-konsep sunnah,
ijtihad, dan ijma’. Bahkan, di dalam karyanya ini, secara serius Rahman banyak
menginterpretasikan hadits-hadits yang bersumber dari Nabi, yang banyak dikutip
oleh ulama Islam klasik, semacam Imam Syafii dalam gerakan verbalisasi atau
formalisasi hadits. Dengan pendekatan ini, Rahman berhasil menafsirkan hadits
menurut perspektif historisnya yang tepat dan menurut konteks historisnya yang
jelas.[13]
Berdasarkan pendekatan yang digunakan di atas, nampak jelas bahwa
Rahman menyarankan agar kita menjauhi pemahaman tekstual yang selalu menerima
pengertian-pengertian harfiah dari suatu teks kegamaan. Rahman tidaklah menolak
hadits, karena bagaimana pun juga, hadits tetaplah mempunyai fungsi untuk
menuntun kita kepada Sunnah Nabi dan prinsip atau ideal moral dari sunnah
tersebut. Dengan kata lain, Rahman ingin agar setiap penelaahan teks keagamaan
haruslah dipadukan dengan semangat kritisisme historis dan historis sosiologis,
serta menafsirkan secara bebas dengan mementingkan ideal moral dan
prinsip-prinsip dan memberikan tekstur yang baru kepada ideal moral dan
prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan sejarah kontemporer. Cara kerja
penafsiran hadis Rahman bisa digambarkan sebagaimana berikut.
Dari kerangka teori di atas, nampak bahwa hadits tetap difungsikan
untuk menangkap petunjuk Tuhan tapi tidak dengan mengikuti
pengertian-pengertian tekstualnya. Hadis juga hanya difungsikan untuk menemukan
Sunnah Nabi. Kemudian, untuk selanjutnya dilihat apakah nilai prinsipil
universal yang terkandung di dalamnya yang bisa digunakan untuk menjawab
problem kontemporer. Nilai ideal prinsipil universal itu hanya bisa diperoleh
melalui pembacaan historis kritis dan sosiologis dengan kebebasan penuh dan
bertanggung jawab.
baca juga:https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/pemikiran-dan-gagasan-pendidikan-mukti.html
baca juga:https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/pemikiran-dan-gagasan-pendidikan-mukti.html
D.
Hasil Penelitian
Berdasarkan kerangka teori yang dibangunnya tersebut, Rahman
mencontohkan beberapa praktik Umar bin Khattab saat mengambil suatu keputusan
hukum, yang seringkali dianggap berseberangan dengan pengertian-pengertian
tekstual hadits Nabi maupun ayat al-Qur’an. Misalnya dalam kasus pembagian tanah musuh yang
telah dikalahkan pasukan Muslimin di masa kekhalifahan Umar bin Khattab.
Pada saat itu, Umar
memerintahkan agar tanah-tanah hasil rampasan perang tidak dibagikan pada kaum
pejuang dari kalangan umat Islam. Kebijakan ini bertentangan dengan kebijakan
yang ditetapkan Nabi sebelumnya. Ketika kebijakannya itu mendapatkan protes
dari para sahabat lainnya, Umar berdalih bahwa bila tanah-tanah itu diberikan
kepada para pejuang, niscaya mereka akan berhenti berjuang. Beberapa waktu
kemudian terlihat bahwa kebijakan Umar itu lebih didasarkan kepada pertimbangan
keadilan sosial-ekonomi. Umar meninggalkan pengertian tekstual Hadis Nabi, dan
beralih kepada kebijakan yang didasarkan kepada nilai keadilan. Nilai keadilan
inilah yang sebenarnya menjadi nilai prinsipil universal ideal dari Sunnah Nabi.
Bukan pengertian tekstualnya Hadis Nabi. [14]
Dari contoh penafsiran di atas, terlihat bahwa meskipun Umar secara
formal jelas meninggalkan Sunnah Nabi di dalam sebuah masalah yang penting,
tapi hal itu justru dilakukannya untuk menegakkan esensi dari Sunnah Nabi itu
sendiri.[15] Nampak jelas
pula bahwa Sunnah Nabi hendaknya tidaklah dipahami sebagai sebuah produk atau
pun norma hukum yang kaku dan statis, melainkan sebagai sebuah norma atau
produk hukum yang dinamis. Sehingga, kita bisa menggunakan ideal moral atau
prinsip-prinsip Sunnah Nabi yang hidup untuk merumuskan formula hukum baru,
yang sesuai dengan konteks kekinian.
E.
Kontribusi terhadap Pengetahuan
Melalui karya Islamic Methodology in
History ini, setidaknya ada empat kontribusi
besar yang
diberikan Fazlur Rahman dalam pengembangan
pemikiran Islam. Pertama, karya ini memberikan
pengetahuan baru ihwal metode kritik berbasis sosiologis historis terhadap hadis Nabi yang selama ini
didominasi oleh metode kritik sanad yang menjadi manhaj paling absah
untuk menilai otentisitas hadis. Kedua, karya ini memberi
jalan alternatif atas kebekuan metodologis pemikiran Islam, khususnya pemikiran
hukum Islam yang selama ini mensandarkan diri pada bangunan metodologis ulama
madzab yang beraroma formalistik, skripturalistik, dan
atomistik. Ketiga,
seluruh bangunan pemikiran Rahman, khususnya yang terkait dengan pemikiran atas
sumber-sumber syari’ah, (al-Qur’an dan Sunnah),
adalah sumbangan signifikan untuk merekonstruksi metode-metode istinbath
sehingga lebih relevan dengan problem-problem masa kini. Empat, karya ini
menginformasikan kepada kita bahwa pintu ijtihad bagi umat Islam belum
sepenuhnya tertutup, sehingga memungkinkan setiap intelektual Muslim untuk
melakukan kajian terhadap teks-teks keagamaan secara ilmiah, bebas, dan
bertanggung jawab.
F.
Kritik Pemikiran
Tidaklah mudah melakukan kritik terhadap pemikiran Fazlur Rahman dalam buku Islamic
Methodology in History. Yang bisa penulis lakukan hanyalah membandingkan
pemikiran Fazlur Rahman dengan pemikiran intelektual Muslim lainnya, yang
sama-sama ingin melakukan kritik metodologis pemikiran Islam. Dalam hal ini,
Ziauddin Sardar, seorang penulis, kritikus, dan intelektual Islam terkemuka
patutlah dikedepankan.
baca juga: https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/quo-vadis-metodologi-tafsir-di-indonesia.html
baca juga: https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/quo-vadis-metodologi-tafsir-di-indonesia.html
Bila Fazlur Rahman mengusulkan kita untuk
mencari ideal moral dari Sunnah Nabi atau teks keagamaan melalui kajian
historis yang kritis untuk menjawab persoalan kontemporer, maka Sardar, dalam
karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Kembali
ke Masa Depan”, yang diterbitkan Serambi, berpendapat sebaliknya. Sardar
menyatakan bahwa penafsiran historis selalu menyeret kita kembali kepada
sejarah dan konteks masa silam yang sudah beku dan mengeras—atau lebih buruk
lagi—kepada konteks yang diterima dan diromantisasi yang tidak pernah ada dalam
sejarah. Karena inilah, Sardar mengusulkan kita untuk menggunakan syariat
sebagai metodologi pemecahan masalah, bukan sebagai produk hukum yang sudah
jadi.[16]
Jadi, usulan Fazlur Rahman agar kita
mencari ideal moral dari suatu teks keagamaan, tidaklah bisa kita terima secara
mentah. Sebab, untuk melakukan kajian teks kegamaan secara mendalam, kita
dituntut untuk benar-benar memahami konteks sejarah di mana teks tersebut
diturunkan secara utuh. Sudah pasti, untuk memahami konteks sejarah tersebut
secara utuh tidaklah semudah membalikkan telapan tangan. Dengan kata lain,
mengkaji konteks sejarah turunnya teks tidaklah bisa dilakukan secara
serampangan.
Namun, sekiranya, kita berpaling pada
pandangan Sardar, maka kesulitan semacam itu, tidaklah akan kita temui. Yang
perlu kita lakukan hanyalah menggunakan kaidah-kaidah syariah yang sudah ada
dan dirumuskan oleh ulama-ulama klasik untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan umat
sepanjang zaman, semisal kaidah atau prinsip maslahah, yang
mengedepankan kemaslahatan publik, atau prinsip ad-dharuriyyat al-khamshah
yang menjamin hak-hak asasi manusia sebagai individu.
DAFTAR PUSTAKA
Abd A’La. Dari Neo Modernisme ke
Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia. 2003. Jakarta: Paramadina.
Fazlur Rahman. Islam.1993.
Bandung: Penerbit Pustaka.
-------------------tt. Islamic
Metodhology in History. 1964. Islamabad: Islamic Research Institute.
-------------------tt. Membuka
Pintu Ijtihad. 1995.
Bandung: Penerbit Pustaka.
Ziauddin Sardar. Kembali Ke Masa
Depan: Syariat sebagai Metodologi Pemecahan Masalah. 2003. Jakarta: PT
Serambil Ilmu Semesta.
[1] Makalah ini dipresentasikan pada 9 November 2014, untuk
memenuhi tugas Book Review mata kuliah Pendekatan Pengkajian Islam.
[2] Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Islam.
[3] Fazlur Rahman, intelektual Islam Pakistan, memperoleh
gelar M.A. dalam bahasa Arab dari Universitas Punjab, kemudian D. Phil. dari
Universitas Oxford pada tahun 1951. Ia pernah mengajar di Universitas Durham
untuk beberapa waktu, kemudian di Institute of Islamic Studies, McGill
University, Montreal. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Central Institute of
Islamic Research, Karachi sejak 1961-1968. Kemudian memutuskan mundur untuk
menjabat sebagai guru besar tentang pemikiran Islam di University of Chichago,
Amerika Serikat. Lihat Fazlur Rahman, Islamic
Metodhology in History, (Islamabad: Islamic Research Institute, 1964).
[4] Ahmad Syafii Maarif, “Sebuah Pengantar”, dalam
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1993), hal. vi
[5] Neo-modernisme adalah gerakan pembaharuan Islam yang
muncul sebagai jawaban terhadap kekurangan atau kelemahan yang terdapat pada
gerakan-gerakan Islam yang mucul sebelumnya, yakni revivalisme pra modernis,
modernisme klasik, dan neo-revivalisme. Gerakan ini hadir untuk mengkritisi dan
sekaligus mengapresiasi aliran-aliran pemikiran Islam yang lain, yang timbul
sepanjang sejarah perjalanan umat Islam, serta juga pemikiran yang berkembang
di Barat.
[6] Abd A’La, Dari Neo Modernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 2003), hal. 1
[7] Fazlur Rahman, Islamic Metodhology in History,
(Islamabad: Islamic Research Institute, 1964), hal. v
[8] Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1995), hal. 227
[9] Ibid, hal. 268
[10] Ibid, hal. 20
[11] Ibid, hal. 15
[12] Ibid, hal. 269
[13] Ibid, hal. 122
[14] Ibid, hal. 271-275
[15] Ibid, hal. 274
[16] Ziauddin Sardar, Kembali Ke Masa Depan: Syariat
sebagai Metodologi Pemecahan Masalah, (Jakarta: PT Serambil Ilmu Semesta,
2003), hal. 31
Comments
Post a Comment