Skip to main content

Epistimologi Pendidikan Islam


   Epistimologi Pendidikan Islam
Menurut Imam Barnadib, berdasarkan objek kajinnya, problema filsafat mencakup : 1) realita; 2) pengetahuan; 3) nilai. Epistimologis berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia menangkap dan  memperoleh pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Epistimologis diperlukan antara lain dalam hubungan dengan penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum yang lazim diartikan sebagai sarana untuk mencapai pendidikan. ( Imam Barnadib, 1994 :20) disini terlihat hubungan antara kurikulum dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian penyusunan kurikulum sepenuhnya diarah kepada pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.[1]
Epistemologi pendidikan Islam membahas seluk beluk dan sumber-sumber pendidikan Islam. Pendidikan Islam bersumber dari Allah SWT, Yang Maha Mengetahui Sesuatu. Hukum-hukum yang diciptakan Allahpun dapat dipahami dengan berbagai metode dan pendekatan. Pendidikan Islam merujuk pada nilai-nilai Al-Qur’an yang universal dan abadi. Serta didukung oleh hadist Nabi Muhammad SAW.
Ketiga kata kunci tentang Pendidikan Islam di atas disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadist berikut ini:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda-benda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Malaikat, lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku jika kamu memang orang-orang yang benar” (Al-Baqarah ayat: 31)[2]
“Wahai Tuhanku kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di masa kecil.”(Al-Isra’ ayat 24).[3]
Selanjutnya objek material Filsafat Pendidikan Islam yaitu segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan dan kepribadian melalui pendidikan. Objek formal: Usaha yang rasional, mendasar, general, dan sistematis dalam mengembangkan kecerdasan dan kepribadian melalui pendidikan.[4]
Untuk lebih jelasnya, objek materi ilmu pendidikan Islam yaitu anak didik. Sedangkan objek formalnya ialah perbuatan mendidik yang membawa anak, ke arah tujuan pendidikan Islam. Sehingga secara epistemologi, Kurikulum pendidikan Islam harus merujuk pada Al-Qur’an dan hadist. Antara lain sebagai berikut:
a.       Larangan mempersekutukan Allah
b.      Berbuat baik kepada orang tua
c.       Memelihara, mendidik, dan membimbing anak sebagai tanggung jawab terhadap amanat Allah.
d.      Menjauhi perbuatan keji dalam bentuk sikap lahir dan batin
e.       Menjauhi permusuhan dan tindakan tercela
f.        Menyantuni anak yatim
g.       Tidak melakukan perbuatan diluar kemampuan
h.       Berlaku jujur dan adil
i.         Menepati janji dan menunaikan perintah Allah
j.        Berpegang teguh kepada ketentuan hukum Allah, dsb.[5]
Sumber-sumber yang menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk yang dapat menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya ada pada surat Al-Alaq, 96: ayat 1-5:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” [6]
Manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan mengatur waktu (QS. Al-Ashr, 103 :1-3,
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.[7]
Manusia mendapatkan bagian dari apa yang telah dikerjakannya, (QS an-Najm, 53-39).
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
Manusia sebagai makhluk yang memiliki keterikatan dengan moral atau sopan santun (QS. Al Ankabut 29:8).
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”[8]
Dari sebagian ayat di atas, jelaslah bahwa sumber-sumber pendidikan Islam berasal dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia.
Tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang baik dan benar, yang berbakti kepada Allah dalam pengertian yang sebenar-benarnya, membangun struktur kehidupan di dunia ini dengan hukum, dan menjalankan kehidupan tersebut sesuai dengan iman yang dianut. Makna berbakti dalam islam bersifat luas dan menyeluruh. Berbakti tidak hanya terbatas pada pelaksanaan fisik religius saja, melainkan mencakup aspek kegiatan : iman, persaan, dan karia, sesuai dengan yang dikatakan Allah (terpujilah dia) dalam kitab suci Al-Qur’an : Aku telah menciptakan jin dan manusia hanya untuk berbakti kepada-Ku dan katakanlah ya Tuhanku, do’a ku, pengorbananku, dan kematianku adalah demi Allah, Tuhan semesta alamyang tidak terbandingkan.[9]



[1] http://jurnalpendidikanislam.blogspot.com/2011/12/artikel-pendidikan-tujuan-pendidikan.html
[2] Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media), hlm. 6.
[3] Ibid. hlm. 284.
[4] Toto Suharto, Filsafat, Pendidikan Islam, hlm. 24.
[5] http://jurnalpendidikanislam.blogspot.com/2011/12/artikel-pendidikan-tujuan-pendidikan.html
[6] Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media), hlm. 597.
[7] Ibid. hlm. 597.
[8] Ibid. hlm. 397.
[9] Jalaludin, filsafat pendidikan islam, hlm 128

Comments

Popular posts from this blog

SUSUNAN ACARA WISUDA DAN YUDISIUM

SUSUNAN ACARA WISUDA PEIODE KE IV DAN MIIAD SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TAHUN AKADEMIK 2018/2019 1.       PROSESI MEMASUKI RUANG UPACARA 2.       PEMBUKAAN AYAT SUCI AL-QUR’AN MENYAYIKAN LAGU   INDONESIA RAYA MENYAYIKAN MARS STAI TARI SIGEH PENGUNTEN 3.       PEMBUKAAN SIDANG SENAT TERBUKA 4.       PEMBACAAN SURAT KEPUTUSAN KETUA STAI 5.       WISUDA SARJANA 6.       PENGUKUHAN ALUMNI 7.       IKRAR ALUMNI 8.       PENYERAHAN PIAGAM WISUDAWAN/WISUDAWATI TERBAIK 9.       SAMBUTAN-SAMBUTAN -           KETUA STAI -           BUPATI -           GUBERNUR -      ...

M. Naquib Al-Attas

M. Naquib Al-Attas Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin Al-attas lahir pada 5 september 1931 di bogor , Jawa Barat, Indonesia. Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun kebelakang melalui sisilah syyid dal keluarga Ba’Alawi di Hadramaut dengan silsilah yang sampai kepada hussein, cucu Nabi muhammad saw. Diantara leluhurnya ada yang menjadi wali dan ulama. Salah satu diantaranya ialah Syed Muhammad Al-Aydarus (dari pihak Ibu), guru dan pembimbing ruhani Syed Abu Hafs ba Syaiban dari Hadramaut, yang mengantarkan Nur ad-Din ar-Raniri, salah seorang alim ulama terkemuka di dunia Melayu. Ketarekat Rafi’iyyah. Ibunda Syed M. Naquib al-Attas, yaitu Syarfifah Raquan al- Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa barat dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura.         Syed M Naquib al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang sulung bernama Syed Hussein seorang sosiolog dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bun...

SYARI’AH: SEJARAH PEMAKNAAN ISLAM

BOOKREVIEW KHALIL ABDUL KARIM SYARI’AH: SEJARAH PEMAKNAAN ISLAM  A.       Pendahuluan 1.       Latar Belakang Masalah Syari’at dalam perspektif islam, merupakan hukum-hukum Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Syari’at dalam pengertian ini adalah wahyu, baik dalam pengertian al-wahy al-mathluww (al-qur’an) maupun dalam pengertian al-wahy ghair al-mathluww (sunnah). Meminjam istilah Satria Effendi M. Zein, syari’at adalah al-Nushush al-Muqaddasah ( nash-nash yang suci) dalam al-qur’an dan al-sunnah al-Mutawatirah (hadis yang mutawatir ). [1] Syari’at dapat dipahami sebagai ajaran Islam yang sama sekali tidak dicampuri oleh daya nalar manusia. Syari’at merupakan wahyu Allah secara murni, karenanya ia bersifat mutlak, tetap, kekal, dan tidak boleh diubah. Dengan argumentasi ini, maka syari’at merupakan sumber fiqh, karena fiqh merupakan pemahaman yang mendalam terhadap al-Nushush al-Muqaddasah te...

QUO VADIS METODOLOGI TAFSIR DI INDONESIA

BOOK REVIEW QUO VADIS METODOLOGI TAFSIR DI INDONESIA Review Buku Pasar Raya Tafsir Indonesia dari Kontestasi Metodologi hingga Kontekstualisasi    Abstrak Tulisan ini merupakan review dari buku yang berjudul Pasar Raya Tafsir Indonesia dari: Kontestasi Metodologi hingga Kontekstualisasi. Tulisan ini mengulas alur pemikiran Muhammad Nurdin Zuhdi [2] tentang pesan historis perjalanan metodologis tafsir al-Qur’an di Indonesia dari tahun 2000-2010. Penulis menyuguhkan kesimpulan atas metodologi, karakteristik, dan paradigma tafsir al-Qur’an di Indonesia yang terbangun pada setiap dekade. Perjalanan tersebut dapat dilihat dari pengambilan sampling penelitian Zuhdi yang kemudian digunakan sebagai bahan dasar penyimpulan sekaligus penawaran alternatif atau bahkan solusi strategis khususnya dalam metodologi tafsir al-Qur’an. Tulisan ini akan memetakan pembahasan buku, menentukan pendekatan yang digunakan oleh penulis, sekaligus memposisikan pemikiran penulis tentang has...

Rekontruksi Ilmu KeIslaman Klasik

Rekontruksi Ilmu KeIslaman Klasik Dalam gagasannya tentang rekonstruksi ilmu-ilmu Islam klasik, Hassan Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem kepercayaan sesuai dengan perubahan konteks sosial-politik yang terjadi. Menurutnya Ilmu Islam klasik lahir dalam konteks sejarah ketika inti keIslaman sistem kepercayaan, yakni transendensi Tuhan, diserang oleh wakil-wakil dari sekte-sekte dan budaya lama. Teologi itu dimaksudkan untuk mempertahankan doktrin utama dan untuk memelihara kemurniannya. Meski demikian, Hanafi menegaskan bahwa secara umum pemikiran akidah klasik terlalu teoritis, elitis, dan konsepsional yang statis . Hanafi menginginkan doktrin akidah yang bersifat antroposentris, praktis, populis, transformatif, dan dinamis . Untuk mentransformasikan ilmu-ilmu serta pemikiran klasik menjadi ilmu atau pemikiran yang bersifat kemanusiaan (humanitarian), ada tiga langkah yang ditawarkan oleh Hanafi : baca juga: https://kopiirengadrees.blogspot...

Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam

Pengertian Pemikiran Pendidikan Islam Secara etimologi, pemikiran berasal dari kata dasar pikir yang berarti proses, cara, atau perbuatan memikirkan yaitu menggunakan akal budi untuk memutuskan suatu persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu secara bijak. Dalam konteks ini, pemikiran dapat diartikan sebagai upaya cerdas dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha mencari penyelesaianya secara bijaksana. [1] Selama berabad-abad kaum Muslim telah terpukau oleh pemahaman keagamaan yang sempit. Seakan-akan mengkaji alam semesta dan sejarah bukan merupakan perbuatan agama. Dengan ketepukauan seperti ini, tidak mengherankan apabila kaum Teolog abad Klasik terlalu sibuk “mengurus” Tuhannya, sehingga manusia dibiarkan terlantar di bumi. Di bawah bayangbayang filsafat Hellenisme-Yunani, teologi Islam telah berkembang jauh. Akan tetapi, pada waktu yang sama, teologi ini telah mengkaburkan wawasan kaum Muslim tentang al-Qur`an. [2] Oleh karena itu, Iqbal m...