A.
Latar Belakang
Pendidikan memang merupakan kunci kemajuan, semakin baik
kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat atau bangsa,
maka akan diikuti dengan semakin baiknya kualitas masyarakat atau bangsa
tersebut.[1]
All of the problem that confront the muslim word today, so the educational
problem is the most challengging. That future of the muslim world will depend
upon the way it respons to this challenge,” yakni dari sekian banyak
permasalahan yang merupakan tantangan terhadap dunia Islam dewasa ini, maka
masalah pendidikan merupakan masalah yang paling menantang. Masa depan dunia
Islam tergantung kepada cara bagaimana dunia Islam menjawab dan memecahkan
tantangan ini. Statment ini menggaris bawahi bahwa masa depan Islam di
Indonesia juga tergantung kepada bagaimana cara umat Islam merespons dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang berkembang di Indonesia terutama
dalam konteks pengembangan sistem pendidikan Islam di masa depan.
Keberhasilan suatu bangsa tidak hanya dilihat dari segi
pembangunan nasionalnya tetapi juga dari segi pendidikanya, dalam pemerintahan
yang sangat memperhatian terhadap pendidikan dan peningkatan mutu guru merupakan
salah satu langkah untuk mencapai keberhasilan pendidikan.[2]
Pendidikan Islam yang hendak kita kembangkan haruslah
kita bangun di atas sebuah paradigma yang kokoh secara spiritual, unggul secara
intelektual, dan anggun secara moral dengan Al-qur’an sebagai acuan yang
pertama dan utama.[3]
Dengan paradigma model inilah orang boleh berharap bahwa peradaban yang akan
datang tidak berubah menjadi kebiadaban yang liar dan brutal. Saat kita ini
mengalami berubahan modern yang semakin kehilangan jangkar spiritual dengan
segala dampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia. Manusia
modern ibarat layang-layang putus tali, tidak mengenal secara pasti dimana
tempat hingga seharusnya. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih merupakan
ancaman dalam kehidupan.
Tantangan dari ancaman di depan kita sangat gamblang dan
nyata, sementara kesadaran kita tentang ancaman itu belum mencair secara
menyakinkan. Al-qur’an belum sepenuhnya menjadi acuan kita dalam
menyelengarakan pendidikan, khususnya pendidikan bangsa kita. Paradigma baru
yang hendak kita bangun dan dirumuskan untuk pendidikan kita haruslah berangkat
dari pemahaman kita yang benar dan lurus terhadap Al-qur’an dengan menggunakan
semaksimal mungkin Al-Uqul Al-Shahihah dan Al- Hukul al- Salimah.
Bila dicermati, pendidikan di Indonesia khususnya
pendidikan Islam mengalami ketertinggalan. Perubahan dan perkembangan kajian
ilmu pendidikan Islam di Indonesia salah satunya melalui institusi pendidikan
Islam yang tertua, yaitu Pondok Pesantren. Pondok Pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup
bermasyarakat sehari-hari.
Secara historis
lembaga pendidikan Islam (LPI) tertua yang ada di Indonesia adalah pesantren.
Lepas dari pengaruh Hindu-Budha atau Arab , Pesantren merupakan produk
interaksi dan akulturasi Islam dan budaya lokal dalam konteks budaya asli (indigenous). Pesantren
saat itu masih dalam bentuk sederhana, salaf, dan nonklasikal. Lalu dengan di
perkenalkannya sekolah dalam bentuk klasikal oleh pemerintah Belanda, muncullah
madrasah sebagai counter institution yang tidak hanya memuat pelajaran agama,
tetapi juga pelajaran umum sebagaimana yang dikembangkan oleh berbagai Ormas
Islam saat itu. Selama periode Belanda dan kependudukan Jepang, pendidikan
Islam diorganisasikan oleh umat Islam itu sendiri melalui pendirian sekolah
swasta dan pusat-pusat latihan hingga kini, ketiga bentuk lembaga pendidikan
tersebut yaitu pesantren, sekolahan dan madrasah eksistensinya tetap ada,
bahkan terus dikembangkan sampai pascakemerdekaan hingga sekarang. Adapun
perguruan tinggi, baik PTU maupun PTAI, merupakan bentuk jenjang lanjutan dari
ketiga LPI tersebut.[4]
Institusi pesantren, sekolah, dan madrasah di Indonesia
memiliki karakteristik tersendiri, yang bisa dibedakan satu sama lain, terutama
dalam hal materi agamnya serta afilisiasinya dengan departemen terkait. Pesantren,
misalnya, memuat materi agama secara dominan, sedangkan sekolah umum memberikan
waktu dua jam pelajaran agama dalam minggunya, sementara madrasah sebelum tahun
1975 meliputi materi agama 70% dan materi umum 30%, dan setelah SKB 3 menteri
tahun 1973 komposisi dibalik menjadi 30% materi agama dan 70% materi umum.
Sejarahnya pondok pesantren sebagai bentuk institusi pendidikan
Islam tertua di Indonesia telah mengalami kemajuan ditandai adanya pembaharuan
pemikiran pendidikan Islam. Salah satu pembaharuan pemikiran tersebut adalah
pengembangan pemikiran pendidikan Islam, yang tidak hanya terfokus pada materi
dalam disiplin ilmu agama saja tetapi juga ilmu pengetahuan umum sebagaimana
yang dilakukan oleh pemikir pembaharu ilmu pendidikan Islam di Indonesia, yaitu
Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Darussalam[5].
KH. Imam Zarkasyi identik dengan Pondok Modern Darussalam
Gontor. Dikarenakan beliaulah yang membesarkan pondok sehingga namanya menjadi
terkenal. Keberhasilan KH. Imam Zarkasyi dalam mengelola pondok pesanteren
modern Gontor tersebut karena pemikirannya yang modern tentang lembaga
pendidikan. Dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi hal ini paling penting dalam
pesantren bukanlah pelajarannya semata-mata, melainkan jiwanya. Jiwa itulah
yang yang akan memelihara kelangsungan hidup pesantren dan menentukan filsafat
hidup para santrinya.[6]
Upaya pembaharuan dalam memajukan pondok ini KH. Imam
Zarkasyi menerapkan apa yang disebut dengan panca jiwa, yaitu lima program
kerja pondok yang senantiasa memberikan arah dan panduan untuk mewujudkan
usaha-usaha pengembangannya dan kemajuan pondok tersebut. Panca Jangka tersebut
meliputi pendidikan. Konsep pembaharuan Imam Zarkasyi yang berkenaan dengan pendidikan
Islam yang kemudian beliau kemas dalam sebuah kurikulum, adalah disiplin
pelajaran Tafsir, Fiqih, Usul Fiqih yang biasa di ajarkan di pesantren
tradisional. Imam Zarkasyi juga menambahkan ke dalam kurikulum lembaga
pendidikan yang di asuhnya itu pengetahuan umum, seperti; Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pasti, Ilmu Tata Negara, Ilmu Jiwa dan sebagainya. Selain itu ada
mata pelajaran yang ditekankan dan harus menjadi karakteristik pendidikannya,
yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.[7]
Dari latar belakang diatas, apakah pemikiran pembaharuan
Pendidikan Islam Imam Zarkasyi sebagaimana diuraikan di atas dapat menjawab
tantangan pendidikan di Era Peradaban Modern.
B.
Fokus dan Pertanyaan Penelitian
1.
Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada Study Pemikiran Imam Zarkasyi
tentang Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia.
2. Pertanyaan
Penelitian
Dari latar belakang masalah dan fokus penelitian di
atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dikaji:
a. Bagaimana
konsep pembaharuan pendidikan Islam
Imam Zarkasyi?
b. Bagaimana proses transformasi
dilakukan?
c. Bagaimana eksistensi pemimikiran Imam
Zarkasyi di era peradaban modern?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam kaitannya
dengan judul penelitian ini antara lain:
a. Untuk mengkaji
secara ilmiah konsep pembaharuan pendidikan Islam Imam Zarkasyi.
b. Untuk mengetahui proses
transformasi yang dilakukan oleh Imam Zarkasyi.
c. Untuk
mengetahui eksistensi pemikiran pendidikan Islam
di era peradaban Modern.
2.
Manfaat Penelitian
Adapun manfat
dari penelitian ini adalah:
a.
Dari segi teori pendidikan diharapkan ikut serta memperkaya
wawasan keilmuan dalam rangka menciptakan pembaharuan pendidikan
Islam.
b.
Memberi informasi kepada siapa saja yang menelaah lebih dalam
mengenai konsep pembaharuan pendidikan Islam Imam Zarkasyi dan pengembanganya dalam Pendidikan Agama Islam, dan penelitian ini berguna dalam memberikan kontribusi
yang bernilai strategis bagi para praktisi pendidikan, lembaga pendidikan, baik pihak orang tua, masyarakat, maupun pihak
sekolah. Sehingga diharapkan dari pihak orang tua, masyarakat, maupun pihak
sekolah menjalin kerjasama untuk membantu sekolah merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
D.
Kajian Pustaka
Nama Imam Zarkasyi identik dengan Pondok Modern
Darussalam Gontor. Beliaulah yang membesarkan pondok pesantren Darussalam
sehingga namanya menjadi terkenal. Beliau merupakan salah satu tokoh
transformatif di dunia pendidikan Islam di Indonesia. Pemikiran dan
perjuangannya dalam mengembangkan pendidikan Islam tidak diragukan lagi, banyak
lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren yang mengadopsi
serta mengikuti pemikiran-pemikirannya. Perkembangan pesantren-pesantren yang
bercorak modern dengan menggabungkan materi pelajaran agama dan umum merupakan
bukti yang tidak dapat dipungkiri. Materi pelajaran bukanlah aspek utama dalam
sebuah pendidikan pesantren, materi pelajaran hanyalah alat.
Lebih
memperjelas mengenai permasalahan, peneliti akan menguraikan
beberapa kepustakaan yang relevan mengenai pembahasan akan dibicarakan dalam
penelitian ini antara lain:
1.
Skripsi karya Mar’atus Sholikah. Tahun 2004 yang
berjudul; Relevansi Pemikiran Imam Zarkasyi Dengan Pemikiran Imam AL-Ghazali
Tentang Ilmu Pendidikan Islam. Skripsi ini membahas relevansi pemikiran
Imam zarkasyi dengan pemikiran Imam Al-Ghazali tentang Ilmu pendidikan Islam
serta untuk membahas relevansi pemikiran Imam Zarkasyi dan Imam Al-Ghazali tentang
Ilmu pendidikan Islam.[8] Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran
Imam Zarkasyi tentang pentingnya Ilmu pendidikan Islam yang mampu menumbuhkan
dan menekankan pada nilai-nilai luhur, seperti jiwa keikhlasan, kesederhanaan,
kesangupan menolong diri sendiri, ukhuwah Islamiah, dan jiwa bebas, adalah ada
relevansinya dengan pemikiran Al-Ghozali tentang ilmu pendidikan Islam yang
menekankan pada pentingnya nilai-nilai luhur yang dapat menenangkan jiwa dan
mendekatkan diri kepada Allah serta bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Inilah
titik temu corak pemikiran para filosof pendidikan Islam yang berangkat dari
pandangan yang berbeda-beda dalam tataran konsep, namun mempunyai titik
singgung yang sama yaitu teraktualisasinya ilmu pendidikan Islam yang
bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
2.
Skripsi karya Aris Haimatul Safa’ati. Tahun 2014 yang
berjudul; Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Lokal.
(Study Pemikiran Emha Ainun Najib). Skripsi ini membahas tentang hakikat
budaya lokal menurut Emha Ainun Najib serta kiprah pemikiran Emha Ainun Najib
dalam mentransformasikan nilai-nilai pendidikan Islam dalam budaya lokal sebagi
ikhtiarnya dalam mengahadapi budaya asing yang telah masuk dalam budaya lokal
yang syarat dengan nilai-nilai.[9]
Hasil penelitiannya adalah; 1). Hakikatnya
budaya lokal adalah sebuah ekspresi dari nilai-nilai dasar yang bisa diambil
dari mana saja, baik dari agama, nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan lainya.
Kebudayaan haruslah bersifat spiritual karena kehidupan ini bersumber dari
Allah dan wajib kembali kepada-Nya. Namun seiringnya zaman, budaya lokal ini
dimaknai sebagai pengetahuan bersama yang dimiliki sejumlah orang. Sehingga
budaya lokal tidak sekedar dilihat sebagi rujukan global dari setiap gerakan
kebudayaan, tetapi juga realitas kehidupan yang global dari setiap gerakan
kebudayaan, tetapi juga realitas kehidupan yang global ini ditarik dalam satu
titik, yang akhirnya bermuara pada budaya yang bersifat Ilahiyah. 2). Kiprah
dan pemikiran Emha Ainun Najib dalam mentransformasikan nilai-nilai pendidikan
Islam dalam budaya lokal yaitu dengan mereinterpretasi peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan budaya lokal menuju kepada kesadaran Ilahi. Inovasi budaya
lokal yang dilakukan Emha Ainun Najib adalah Maiyahan yang dilakukan diberbagai
kota besar di Indonesia. Dalam kajian itu Islam tersebut, Emha tidak hanya
memberikan ceramah dan diskusi saja, namun juga mengajak para jamaah
bersholawat dengan iringan musik Kiai Kanjeng. Syair-syairnya pun berisi
nilai-nilai pendidikan Islam yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Nalai-nilai pendidikan tersebut ialah nilai pendidikan akidah, nilai pendidikan
syariah, dan nilai pendidikan akhlak.
3.
Jurnal karya Abu Bakar. Tahun 2004 berjudul; Sejarah
Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia menurut Arief Rachman. Membahas
sejarah transformasi pendidikan Islam di Indonesia serta eksistensi madrasah
dan PTAI di Indonesia.[10]
4.
Skripsi karya Eva
Rohillah. 2003 yang berjudul; Transformasi Pendidikan Agama Islam dalam
Perspektif Fazlur Rahman., menjelaskan tentang pemikiran Fazlur Rahman tentang
pendidikan serta proses transformasi pendidikan Agama Islam di Indonesia.[11]
Hasil penelitian ialah 1). Fazlur Rahman begitu serius mengaitkan antara
intelektualisme dengan pendidikan Islam. Intelektualisme Islam adalah esensi
dari pendidikan Islam itu sendiri dan justru merupakan kreteria untuk menilai
kegagalan sebuah sistem pendidikan Islam. 2). Tujuan pendidikan dalam pandangan
Islam adalah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia yang sedemikian rupa
sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan
kepribadian kreatifnya. Fazlur Rahman mempertegas bahwa yang terpenting adalah
bukan menciptkan ilmu pengetahuan yang Islami tetapi menciptakan pemikir yang
berfikir konstruktif. 3). Dari proses transformasi kurikulum dan metodelogi
pendidikan agama Islam, menurutnya tidak terlalu ada pendikotomian antara ilmu
agama dan ilmu sekuler, karena justru perpaduan antara keduanya akan menjadikan
suatu sistematika yang komprehensif dalam mempelajari agama Islam.
5.
Jurnal yang berjudul “Pesantren sebagai lembaga pendidikan
plural-multikulturalisme Islam-Indonesia” oleh Hamam Faizin, membahas
tentang pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memahami peradaban dan
nilai-nilai Islam yang multicultural[12]
6.
Skripsi karya Bintang Fistania Sukatno. Tahun 2014 berjudul;
Konsep Pendidikan Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas. mengkaji
tentang konsep pendidikan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas tentang ta’dib yang nantinya mampu
memecahkan masalah-masalah moral yang ada di Indonesia. Serta mengetahui
relevansinya konsep pendidik terhadap pendidikan Islam di Indonesia.[13]
Hasil penelitian ini menunjukkan; Pertama pendidik bukan hanya seorang
pengajar (mu’alim) yang tugasnya mentransfer ilmu pengetahuan saja,
melainkan juga seseorang yang melatih jiwa dan kepribadian peserta didik dengan
cara memiliki kepribadian dan adab yang baik sehingga mampu dijadikan teladan
bagi peserta didik. Kedua relevansi konsep ta’dib dilaksanakan di
Indonesia adalah untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, dimana pendidik PAI
tidak hanya sekedar mahir dalam menghantarkan materi pelajaran PAI saja, namun
juga menjadikan peserta didik berakhlak mulia sesuai dengan Al-Qur’an dan
sunnah.
7.
Skripsi karya Muhammad Khotibul Umam. Tahun 2015 berjudul;
Konsep Pendidikan Islam dalam Pemikiran K.H. M.A. Sahal Mahfud, membahas
secara historis-filosofis tentang pemikiran K.H. M.A. Sahal Mahfud dan Konsep
Pendidikan Islam menurut K.H. M.A. Sahal Mahfud.[14]
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara filosofis konsep pendidikan agama
Islam dalam pemikiran KH. M.A. Sahal Mahfudz dilatarbelakangi oleh pemikirannya
tentang personality manusia sebagai khalifatullah yang memiliki tanggungjawab
mendidik dan memelihara kelangsungan hidup alam semesta. Menurutnya, pendidikan
agama Islam adalah proses interaksi dari pendidik, peserta didik, dan
lingkungan yang mengarah pada terbentuknya karakter islami peserta didik.
Tujuannya adalah menyiapkan peserta didik yang shalih-akram. Dalam hal
ini peserta didik dipandang sebagai objek dan subjek pendidikan. Fungsi
pendidikan adalah sebagai fasilitator, dinamisator dan motivator. Kurikulum
pendidikannya harus realistis dan evaluasinya mengacu pada dua hasil
pembelajaran yaitu; 1). Mengacu pada hasil kasat mata dari proses pembelajaran
(bersifat kuantitatif) dan 2). Mengacu pada hasil laten yang timbul dari
proses pembelajaran, seperti terbentuknya kebiasaan membaca, memecahkan masalah,
dan seterusnya (bersiifat kualitatif).
8.
Skripsi karya Nur Hikmah. Tahun 2014 berjudu; Study
Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi.
mengkaji tentang perbandingan pemikiran Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi mengenai
konsep pendidikan Islam.[15]
Hasil penlitian ini ialah adanya persamaan pemikiran Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi tentang tujuan pendidikan, yang mana Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
sama-sama mementingkan pendidikan akhlak pada tujuan pendidikan Islam. Adapun
perbedaannya terletak pada sosial budaya yang mengitari kedua tokoh tersebut
dan juga dari segi metode pendidikan menurut Mahmud Yunus metode lebih penting
dari pada materi tetapi Imam Zarkasyi lebih mengembangkan bahwa kepribadian
guru lebih penting dari pada materi dan metode tersebut karena guru adalah
panutan dan contoh bagi siswanya. Maka dari itu pemikiran kedua tokoh mengenai
konsep pendidikan Islam dari kedua tokoh tersebut mengenai kelembagaan, metode,
dan sistem serta tujuan kurikulum itu sangat memberikan pengaruh besar
terehadap pendidikan Islam di Indonesia.
9.
Tesis karya Saiful Latif. Tahun 2015 berjudul; Konsep
Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam Menurut Azyurmadi Azra dan Abdul Malik
Fajar. Skripsi ini membahas konsep pembaharuan
sistem pendidikan Islam Menurut Azyurmadi Azra dan Abdul Malik Fajar
serta membahas perbedaan dan kesamaan pandangan Azyurmadi Azra dan Abdul
Malik Fajar terhadap konsep pembaharuan sistem pendidikan Islam.[16]
Hasil penelitian dari pemikiran Malik Fadjar adalah; Pertama, pendidikan
Islam harus menunjukkan perubahan dan pembenahan pada sistem manajemen untuk
mencapai tujuan pendidikan berkualitas yang dapat memobilisasi segala sumber
daya pendidikan. Kedua, sistem pendidikan harus didesain sesuai dengan
kebutuhan masyarakat baik dari segi lembaga, kurikulum maupun yang lain. Ketiga,
para pemegang kebijakan harus melakukan perbaikan dengan berorientasi pada pendidikan
berwawasan kehidupan utuh dan multi deminsional yang berbasis pada masyarakat
dan kebudayaanya.
10. Skripsi karya Nandirotul Ummah. Tahun 2014 berjudul;
Pendidikan Islam di Indonesia dalam Perspektif K.H. Abdurrahman Wahid. Skripsi
ini membahas pendidikan Islam di Indonesia serta bagaimana pandangan K.H.
Abdurrahman Wahid tentang pendidikan Islam.[17]
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Gus Dur merupakan tokoh negarawan yang
pluralis dan pemikir progresif serta dinamis. Sebagai agamawan, ia tergolong
pemikir pembaharu. Demokratis, pluralisme dan pribumisasi Islam merupakan
sebuah pemikiran beliau. Setelah dikaji secara mendalam pemikiran-pemikiran
tersebut diharapkan bisa diterapkan di dunia Islam di Indonesia untuk kemajuan
pendidikan Islam di Indonesia. Baik dalam konteks pendidikan lokal (pembelajaran
di kelas) maupun sekala nasional.
E.
Landasan Teori
a.
Transformasi Pendidikan
Transformasi dalam bahasa Inggris ialah transform
yang berartikan merubah bentuk atau rupa, transformation merupakan
perubahan bentuk atau penjelmaan[18].
Pendidikan berada di tengah-tengah masyarakat yang terus menerus mengalami
perubahan. Perubahan pada masyarakat terjadi secara berkesinambungan dan
berjalan relatif cepat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat lebih cepat dari
pada perubahan yang terjadi pada pendidikan, sehingga terjadi gap/kesenjangan,
jurang pemisah yang cukup tajam antara masyarakat dan pendidikan. Upaya untuk
mempersempit jurang pemisah tersebut, pendidikan harus melakukan perubahan dan
pembaharauan. Transformasi pendidikan akan berjalan dengan baik dan tepat jika
dilakukan secara komprehensif.[19]
Transformasi pendidikan dimaknai sebagai proses perubahan
secara terus-menerus menuju kemajuan. Kata “Kemajuan” ditandai dengan karakter,
budaya, dan prestasi. Pendidikan Islam dikatakan maju jika mampu bersaing
dengan sekolahan modern. Pada pertengahan tahun 1970-an, lembaga pendidikan
Islam pada umumya relatif jauh tertinggal dari sekolah modern. Pada tahun
1980-an muncul beberapa lembaga pendidikan Islam yang mulai berkembang. Pada tahun
1990-an mulai banyak lembaga pendidikan Islam yang mengalami kemajuan. Kemudian
pada tahun 2000-an sudah mulai banyak sekolah Islam yang mampu bersaing dengan
sekolah negeri non-Islam.
Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk
membesarkan dan mengembangkan warga negara untuk memiliki keadaban, yang
merupakan ciri dan paling pokok dari masyarkat madani. Pendidikan menyatakan
bahwa pendidikan sebagai markas penyimpanan kekuatan luar biasa yang memiliki
akses ke seluruh aspek kehidupan, memberikan informasi yang paling berharga
mengenai pegangan hidup di masa depan di dunia, serta membantu generasi muda
atau peserta didik dalam mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk menghadapi
perubahan.
Transformasi pendidikan memiliki arah dan tujuan keluar
dari kemelut dan problematika internal maupun eksternal yang di hadapi oleh pendidikan
meskipun demikian dengan transformasi pendidikan pada suatu kompleksitas
bukanlah berarti akhir dari segala-galanya karena kehidupan itu dinamis, maka
transformasi itu juga terjadi secara kontinu. Transformasi pendidikan
bisa di anggap berhasil bilamana problematika yang dihadapi dapat dipecahkan
secara tuntas, setelah itu berhadapan dengan problem yang lain.di Indonesia,
beberapa tahun terakhir UGM menduduki peringkat 18 sebagai perguruan tinggi terbaik
di Asia Tenggara. Namun pada tahun ini predikat tersebut telah di geser oleh
ITB. Itu berarti bahwa kondisi pendidikan selalu berkembang dan Open ended.
Pemikiran pembaharuan selama ini belum mampu atau belum
dapat sepenuhnya keluar dari idealisasi kejayaan pemikiran Islam masa lampau
yang hegemonik. Sementara di sisi lain, pendidikan Islam juga “dipaksa”
untuk dapat menerima tuntutan perubahan masa kini dengan orientasi yang sangat
praktis.[20]
Katakan saja, dari aspek historis, realisme tersebut acap kali menimbulkan
dualisme dalam polarisasi pemikiran sistem pendidikan Islam, sehingga agenda
pembaharuan yang digulirkan seakan berfungsi hanya sekedar tambal-sulam, kurang
terencana dan sistemik, terkesan seadanya saja. Maka tidak mengherankan jika
masih saja menemukan kinerja sistem pendidikan Islam yang masih tradisional,
karena tetap baju lama (the old fashion) sementara di sisi lain
menemukan sistem yang materialistik-sekularistik.[21]
Seperti yang kita alami saat ini pendidikan Islam dihadapkan dengan berbagai
persoalan reformasi, globalisasi, teknologi informasi, demokratisasi
pendidikan, plural dan multikultural, persoalan gender, persoalan kekerasan
dalam pendidikan, persoalan korupsi, terorisme, dan masih banyak lagi, yang
menuntut rekontruksi pemikiran pembaharuan secara serius untuk menghadapi
masalah tersebut.
Pendidikan perlu diperbaharui dengan visi baru untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia baru, yaitu suatu masyarakat madani Indonesia.
Tetapi untuk menuju pembentukan masyarakat madani dengan ciri dan karakteristik
masyarkat tersebut, diperlukan penataan pendidikan diorientasikan untuk mampu mengahsilakan
manusia Indonesia yang berpengetahuan (knowledges) luas, memiliki
ketramplan dan kecakapan (skill), berakhlakul karimah, memiliki
kemampuan spiritual dan moral yang tinggi, taat hukum, demokratis,
berperadaban, moderat, mandiri (independent), bertanggung jawab (responsible),
profesional, dan reformis. Bila demikian diperlukan kemampuan melakukan
perubahan dengan mendesain ulang konsep filosofi yang jelas dan baku, visi dan
misinya, tujuan, kurikulum dan materi, proses pendidikan, pengelolaan dan
fungsi lembaganya agar dapat memenuhi tuntutan perubahan dan kebutuhan
masyarakat madani.[22]
Pendidikan memiliki peran sangat strategis dalam
mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan masyarakat madani. Dengan demikian
pendidikan gaya lama yang hanya berorientasi pada aspek intelektual perlu
diperbaharui dengan sistem pendidikan yang dapat mengembangkan segenap potensi
peserta didik secara optimal. Pendidikan yang diharapkan adalah mampu
mengembangkan dan membangun suatu masyarakat baldatun thayibatun warabbun
ghofur (bangsa yang aman, sejahtera, dan ada dalam ampunan Allah) bagi
seluruh penghuninya. Hal ini berarti posisi pendidikan merupakan bagian dari
proses memasyarakatkan nilai-nilai dengan kebudayaannya yang konkret. Sistem
nilai yang ingin diwujudkan tidak lepas dari konfigurasi nilai yang terdapat
dalam kebudayaan dan proses pendidikan bagi umat manusia. Fungsi pendidikan
merupakan bagian dari proses memasyarakatkan nilai-nilai tersebut sebagai
kekuatan utama dalam komunikasi sosial untuk mengimbangi laju perubahan
masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, setiap sumbangsih
pemikiran dan upaya pembaharuan pendidikan perlu disambut dengan baik serta apresiasi
yang mendalam, agar kondisi pendidikan kita mampu bersaing serta tidak
tertinggal jauh oleh pendidikan-pendidikan negara lain.
b.
Pendidikan Islam
1)
Pengertian Pendidikan Islam
Apabila kita menelusuri dampak dari ekspansi peradaban
barat terutama pasca kolonialisme tentunya sangat dirasakan sekali oleh dunia
Islam. Lemahnya kesiapan mental yang tergambar pada kaum muslimin, kondisi ini
juga disebut-sebut sebagai krisis terburuk yang melanda dunia pendidikan Islam.
Masyarakat Islam sendiri seolah-oleh kehilangan daya kritiknya terhadap
nilai-nilai sekuler.
Istilah education
dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin educere berarti
memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke dalam kepala seseorang dari
pengertian istilah ini ada tiga hal yang terlibat ; yaitu ilmu, proses
memasukkan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu masuk di kepala[23].
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang
biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan, yaitu Ta’lim, Tarbiyah dan Ta’dib. Namun menurut beberapa ahli pendidikan,
terdapat perbedaan antara ketiga istilah itu. Ta’lim hanya berarti
pengajaran, jadi lebih sempit dari pendidikan. Sedangkan kata Tarbiyah yang lebih sering dipergunakan di
negara-negara berbahasa Arab terlalu luas. Sebab kata Tarbiyah juga digunakan untuk binatang,
tumbuh-tumbuhan dengan pengertian memelihara atau membela atau menternak. Sementara
pendidikan yang diambil dari istilah education itu hanya untuk manusia
saja.[24] Pemakaian
Ta’dib, menurut Al-Atas, lebih tepat, sebab tidak terlalu sempit sekedar
mengajar saja, tetapi juga tidak luas meliputi makhluk-makhluk selain manusia. Ta’dib sudah meliputi Ta’lim dan Tarbiyah. Selain itu kata Ta’dib erat hubunganya dengan kondisi Ilmu dalam Islam yang termasuk dalam isi pendidikan (al-Attas, 1992
: 5).
Menurut Nasr
pendidikan Islam meliputi seluruh kehidupan muslim, hal ini tampak dala
fase-fase dan periode-periode dalam keseluruhan organik. Pertama-tama, dalam
periode primer pendidikan keluarga masa awal baik bapak ataupun ibu memerankan
peran guru di dalam persolan-persoalan keagamaan dan persoalan yang berhubungan
dengan agama, kebudayaan, dan adat.
Periode pertama adalah
waktu dimana anak sedang tumbuh yang biasanya juga di masukkan ke pra taman
kanak-kanak kemudian dilanjutkan ke salah satu sekolaham agama, yang kurang
lebih sejajar dengan sekolah dasar dan sekolah tingkat pertama, kemudian ke
madrasah yang dapat disetarakan dengan sekolah menengah tingkat atas dan
akademik serta akhinya al-jami’ah atau tempat pendidikan formal menengah.
Pendidikan
Islam adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa dan bertujuan akhlak yang
mulia dengan tidak melupakan kemajuan dunia dan ilmu pengetahuan yang berguna
untuk perseorangan dan kemasyarakatan, karena agama Islam adalah agama yang
menghimpunkan kebaikan dunia dan kebahagian di akhirat, agama yang mementingkan
rohani dan jasmani. Sebab itu pendidikan Islam haruslah menuju untuk kebaikan
rohani dan jasmani untuk kebahagiaan perseorangan dan kemakmuran masyarakat
atau dengan kata lain untuk kebahagiaan di dunia dan kahirat, sesuai dengan
do’a yang termaktub dalam Al-qur’an;
Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)t !$oY/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur
z>#xtã Í$¨Z9$#
201. dan di antara mereka ada
orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.
Pendidikan Islam yang
dimaksud dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan rumusan yang telah
dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam di atas, yang dimaksud pendidikan Islam
dalam penelitian ini adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang atau
kelompok orang kepada orang lain atau masyarakat agar orang lain atau
masyarakat itu berkembang secara maksimal sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.
Pendidikan
adalah proses untuk membentuk pribadi siswa yang merdeka, kritis, dan iman
secara sosial. Dalam pandangan ini pendidikan Islam
seharusnya memberi ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk berkreasi guna untuk
menemukan pengetahuan, gagasan dan Ilmu
yang baru untuk menjadi manusia yang kosmopolit dan mempunyai kesadaran pluralitas.
Zakiah Drajat berpendapat (1987:87) pendidikan Islam
adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran Agama Islam secara
menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup dan pedoman hidup.[25]
Pendidikan
Islam
sebagai proses interaksi sosial yang melibatkan berbagai faktor (pendidikan)
dalam upaya membentuk perubahan yang diinginkan,
pada hakikatnya dapat dianggap sebagai inti dari dakwah Islam
itu sendiri. Al-qur’an
diturunkan kepada manusia membawa pesan-pesan tentang hakikat asal, tujuan,
cara dan pedoman-pedoman lain mengenai kehidupan dan keberadaan segala sesuatu.
Karena begitu luasnya ilmu Allah SWT (QS: 18:109), maka proses pendidikan
memerlukan klasifikasi sedemikian rupa agar lebih efektif. Klasifikasi tersebut
adalah pertama pengetahuan yang bersumber dan berdasarkan pada wahyu
ilahi yang diturunkan dalam bentuk Al-qur’an
dan As-sunnah
yang meliputi aqidah (tauhid), syariah (hukum islam), dan akhlak (etika). Kedua
pengetahuan yang diperoleh yaitu ilmu-ilmu sosial, alam
dan terapan.[26]
Pendidikan sebagai pematangan fitrah tentu tersirat didalamnya akan
peranan-peranan nilai-nilai Agama beserta
misi kemanusiaan.[27]
2)
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan adalah menyempurnakan dan
mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki anak didik untuk mencapai
pengetahuan tertinggi tentang Tuhan yang merupakan tujuan hidup manusia. Tugas
pendidikan untuk mempersiapkan manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di
dunia, sedangkan tujuan ultimatnya adalah tercapainya kebahagiaan hidup yang
permanent di baka (al-akhirah).
Abdur Rahman Shalih Abdullah, menyatakan bahwa, manusia
dalam proses pendidikan adalah inti utama, dan ini menurutnya dapat dipahami
dengan mudah, dari kenyataan bahwa pendidikan, terutama berkempentingan
mengarahkan manusia kepada tujuan-tujuan tertentu. Al-qur’an menjelaskan bahwa
sebelum diciptakannya makhluk ini (yakni manusia), Allah Swt. Telah
menyampaikan rencana penciptaan ini kepada malaikat dan bahwa tujuannya adalah
agar makhluk ini menjadi khalifah di bumi. Dari sini jelas pula bahwa hakikat
keberadaan manusia dalam kehidupan ini adalah melaksanakan tugas kekhalifahan
yakni membangun dan menglola dunia ini sesuai dengan kehendak Ilahi. Dr.
Muhammad Quraish Shihab menyebutkan apabila di atas dinyatakan bahwa tujuan
penciptaan manusia adalah untuk menjadi khalifah di dunia dan tambah bahwa
semua aktivitas tersebut harus berakhir dengan pengabdian kepada Allah, maka
tentukanlah tujuan pendidikan Islam adalah mengantar manusia ke arah tersebut
dengan mengembangkan potensi-potensi yang di milikinya. Mengutip pendapat
Muhammad Quthub, Quraish Shihab menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam
berarti mewujudkan pengabdian murni kepada Allah Swt dalam kehidupan manusia tingkat
individu, masyarkat dan kemanusiaan serta bangkitnya manusia dengan peranannya
yang beraneka ragam untuk memakmurkan alam sesuai dengan ajaran Islam.
Hasan Al-Banan mengatakan bahwa pendidikan (Tarbiyah)
adalah upaya ikhtiar manusia untuk merubah kondisi ke arah yang lebih baik.
Beliau berkata” pendidikan (Tarbiyah) harus menjadi pilar kebangkitan.
Pertama-tama, umat Islam harus terdidik, dengan itu akan mengerti hak-haknya
yang harus diterimanya secara utuh dan mempelajari berbagai sarana agar dapat
memperoleh hak-hak tersebut.
Mencermati kutipan Hasan Al-Banan di atas setidaknya ada tiga hal yang
sangat mendasar dan perlu digarisbawahi yang berkaitan dengan pendidikan umat
Islam; Pertama umat Islam tidak boleh menjadi umat yang bodoh, ia harus
punya pendidikan. Kedua, umat Islam harus mengetahui dan menjalankan
kewajiban-kewajibanya, dengan itu ia akan mengetahui akan hak-hak yang harus
menjadi miliknya. Ketiga, umat Islam tidak hanya dituntut punya
pengetahuan teoritis tapi juga ketrampilan (skill) sebagai sarana
memperoleh hal-hal yang berkenaan dengan haknya.
Menurut Hasan Al-Banan aspek ketuhanan atau keimanan
merupakan segi terpenting dalam pendidikan Islam. Yang demikian itu karena tujuan
pertama pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang beriman kepada Allah.
Dalam Islam, iman bukannya sekedar ucapan atau pengakuan belaka. Iman merupakan
kebenaran yang jika masuk kedalam akal akan memberi kepuasan akli, jika masuk
kedalam perasaan akan memperkuatnya, jika masuk dalam iradah atau keinginan (will)
akan membuatnya dinamis dan mampu menggerakkan. Dalam Al-qur’an di isyaratkan
hal tersebut, yaitu;
15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu
dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
mereka Itulah orang-orang yang benar.
Tiang pendidikan berdasarkan ketuhanan adalah hati yang
hidup yang berhubungan dengan Allah Swt, menyakini pertemuannya dan hisabnya,
mengharapkan rahmatnya dan takut akan sisksanya. Hati adalah satu-satunya
pegangan yang dapat ditunjukkan oleh seorang hamba kepada Tuhannya pada hari
kiamat sebagai sarana bagi keselamatanya. Allah berfirman dalam Al-qur’an;
88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna,
89. kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Tujuan pendidikan menut Muhammad Abduh selalu menghubungkan antara tujuan
yang satu dengan tujuan yang lainya, baik tujuan akhir pendidikan maupun tujuan
institusional. Pokok pemikirannya tentang tujuan institusional
pendidikan didasarkannya kepada tujuan pendirian sekolah. Ia membagi jenjang
pendidikan kepada tiga tingkatan, yaitu tingkatan dasar (mubtadiin)
tingkat menengah (tabaqat al-wusta) tingkat tinggi (tabaqat ulya).
Tujuan pendidikan agama yang berorientasi pada pencapaian kebahagiaan akhirat
dan kebahagiaan di dunia.
Menghadapi perubahan-perubahan arus globalisasi,
pendidikan menempati posisi yang sangat strategis, hal ini dikarenakan pendidikan
pada dasarnya adalah suatu usaha yang disengaja untuk mempersiapkan peserta
didik supaya berhasil hidup di zamanya. Dalam persangingan antarbangsa yang
semakin ketat dibidang ekonomi dan IPTEK, hanya bangsa yang menguasai keduanya
yang dapat survive (bertahan hidup). Agar dapat menguasai bidang ekonomi
dan IPTEK tentu tidak ada jalan lain kecuali melalui dunia pendidikan yang berorientasi
pada permasalahan global. Pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[28]
Pendidikan
sebagai proses alih nilai, secara makro mempunyai tiga sasaran. Pertama,
bahwa tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan
antara kemampuan kognitif dan
psikomotor di satu pihak serta kemampuan afektif dipihak lain. dalam konteks ke
Indonesiaan hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan menghasilkan manusia yang
berkepribadian,
tetap menjunjung tinggi budaya yang luhur, serta mempunyai wawasan, serta sikap
kebangsaan, dan menjaga dan memupuk jati dirinya. Kedua dalam sistem ini
nilai yang dialihkan termasuk nilai-nilai keimanan, ketakwaan,
dan akhlak yang mulia yang senantiasa menjaga harmonisasian hubungan
dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan
dengan alam sekitar. Ketiga
dalam alih ini juga dapat ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses
industrialisasi dan penerapan teknnologi, seperti, disiplin, etos kerja,
kemandirian dan sebagainya. Tujuan yang akan diperoleh adalah membentuk manusia
yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju, dan mandiri sehingga memiliki
ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika
perkembangan masyarakat.[29]
F.
Metode Penelitian
Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh
manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.[30]
Penelitian dapat dipahami sebagai kegiatan ilmiah
yang dilakukan berdasarkan analisis dan konstruksi.
Penelitian harus dilakukan berdasarkan pada metodologi dan kaidah-kaidah
penelitian ilmiah, sistematis, dan konsisten.
Dalam hal ini, metodologi yang digunakan adalah metode atau cara tertentu
sehubungan dengan penelitian ilmiah. Adapun
yang dimaksud dengan sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten
berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.
1.
Jenis penelitian dan sifat penelitian
a.
Jenis penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka
penelitian ini termasuk kedalam penelitian library research atau
penelitian kepustakaan yang khusus mengkaji suatu masalah untuk memperoleh data
dalam penulisan penelitian ini. Penelitian yang
diadakan di perpustakaan dan
bersumber pada data – data informasi yang tersedia di ruang
perpustakaan.[31]
Menurut M. Iqbal Hasan mengatakan
bahwa, “penelitian kepustakaan (library
research), yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur
(kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian
dari peneliti terdahulu.[32]
b.
Sifat penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian
ini termasuk Deskriptif Analitis yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secermat
mungkin mengenai suatu yang menjadi obyek, gejala atau kelompok tertentu untuk
kemudian dianalisis. [33]
Sedangkan menurut Kartini Kartono penelitian
deskriptif adalah penelitian yang hanya melukiskan, memeparkan, dan melaporkan
suatu keadaan, obyek atau peristiwa tanpa menarik kesimpulan ini.[34]
2.
Sumber data
a.
Sumber Primer
Sumber primer dalam hal
ini adalah hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti atau
teoritisi yang orisinil. Sumber primer ini berupa buku-buku dan karya ilmiah
yang digunakan sebagai referensi utama, dan sebagian besar penulis gunakan
sebagai rujukan dalam penulisan penelitian ini. Adapun sumber primer tersebut
adalah transformasi pendidikan Islam, pembaharuan
pemikiran pendidikan Islam di Indonesia, dan lain sebagainya.
b.
Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan
dipublikasikan oleh seorang penulis yang tidak secara langsung melakukan
pengamatan atau berpartisipasi dalam kenyataan yang ia deskripsikan. Dengan
kata lain penulis tersebut bukan penemu teori. Sumber sekunder ini digunakan
sebagai bahan referensi tambahan untuk lebih memperkaya isi penelitian, dan
sebagai bahan pelengkap dalam penelitian ini. Sumber ini terdiri dari buku-buku
atau karya ilmiah lain yang masih ada hubungannya dengan isi penelitian. Misalnya;
Biografi Imam Zarkasyi,
pemikiran pendidikan Islam, tokoh-tokoh pembaharu pendidikan di Indonesia dan sebagainya.
3.
Metode pengumpulan data
Sejalan
dengan jenis penelitianya yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, maka
penulis dalam usaha menghimpun data dengan menggunakan metode studi pustaka (library
research) yaitu teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengumpulkan data – data dan informasi yang berkaitan atau yang
biasa kita sebut dengan metode dokumentasi, yaitu
pengumpulan data yang berupa buku, kitab, jurnal, artikel dokumen dan lain
sebagainya. [35]
4.
Metode
analisis data
Setelah
data dikumpulkan langkah berikutnya adalah menganalisa data. Metode
pengolahan data yang dipakai adalah metode analisa isi yaitu
menghimpun dan menganalisa dokumen – dokumen resmi,
buku –buku kemudian
diklasifikasi sesuai masalah yang dibahas dan dianalisa isinya atau
membandingkan data satu dengan lainya, kemudian diinterpretasikan dan akhirnya
diberi kesimpulan. Pemikiran pembaharuan Imam Zarkasyi yang berupa buku, majalah, jurnal, dan lain sebagainya disimpulkan
dan dianalisis yang terkait dengan pembahasan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati.1997. Ilmu Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Abd. Rachman Assegaf. 2003. Internasionalisasi Pendidikan
(sketsa perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta:
Gama Media.
Ahmad Warid Khan. 2002. Membebaskan
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Wacana.
Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam
Transformatif. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.
Azra, Azyurmadi. 2001. Pendidikan Islam
Tradisi dan Modernisasi menuju Milinium Baru. Jakarta: Kalimah.
Creswell, W. Jhon. 2016. Research Design
Third Edition (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Furhan, Arief. 2004. Transformsi Pendidikan
Islam di Indonesia (Anatomi keberadaan Madrasah dan PTAI). Yogyakarta: Gama
Media.
Hasan
Langgulung. 1992. Asas-Asas
Pendidikan Islam. Jakarta:
Pustaka al-Husna.
Ismail, Faishal. 1996. Paradigma Kebudayaan Islam; Study Kritis
dan Refleksi Historis. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Ki Hajar Dewantara. 1962. Pendidikan (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa). Yogyakarta: Cahaya Buku.
Koentjaraningrat. 1981. Metode- Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia.
Nata, Abudin. 2002. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: seri
kajian filsafat Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja grafindo.
Muhammad Iqbal, Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam
(gagasan-gagasan Besar Ilmuan Muslim). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Ammal Fathullah Zarkasyi.1998.Pondok Pesantren Sebagai
lembaga Pendidikan dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press.
Yunus Muhammad. 1976. Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara.
M. Iqbal Hasan. 2002. Pokok – Pokok Materi Metodologi Penelitian
dan Aplikasinya. Jakarta: Galia Indonesia.
Muhaimin. 2013. Rekontruksi Pendidikan Islam (dari Paradigma
Pengembangan, Manajemen Kelembagaan Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rembangy, Musthofa. 2008. Pendidikan Transformatif (Pergulatan
Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi).
Yogyakarta: Sukses Offset.
Sutrisno & Suyatno. 2015. Pendidikan
Islam di Era Peradaban Modern. Jakarta: Prenadamedia Group.
Said agil khusaini al- munawar. 2005. Aktualisasi Nilai-Nilai Qura’ni
dalam Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres.
Soerjono Soekanto. 1996. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:
UI Press.
Zakiah Daradjat. 2006. Ilmu pendidikan islam. Jakarta: bumi aksara.
[1] Faishal
Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam; Study Kritis dan Refleksi Historis.
Titian Ilahi Press, Yogyakarta. 1996
[2] Muhaimin, Rekontruksi
Pendidikan Islam (dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan Kurikulum
hingga Strategi Pembelajaran. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
[3] Abu Muhammad
Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam (gagasan-gagasan Besar Ilmuan Muslim),
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2015
[4] Abd. Rachman
Assegaf. Internasionalisasi Pendidikan (sketsa perbandingan Pendidikan di
Negara-Negara Islam dan Barat. Gama Media, Yogyakarta. 2003
[5] M. Ammal
Fathullah Zarkasyi, Pondok Pesantren Sebagai lembaga Pendidikan dan Dakwah,
Gema Insani Press. Jakarta 1998
[6] Abudin Nata,
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam,
Jakrta: Raja Grafoindo Persada, 2000, hlm. 200
[7] Muhammad
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Mutiara, Jakarta. 1976
[8] Mar’atus Sholikah.
Relevansi Pemikiran Imam zarkasyi dengan Pemikiran Imam AL-Ghazali Tentang Ilmu
Pendidikan Islam. Skripsi Tarbiayah.
STAIN Ponorogo 2004.
[9] Aris Haimatul
Safa’ati. Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Lokal.
(Study Pemikiran Emha Ainun Najib). Skripsi Tarbiyah. Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta 2014.
[10] Abu Bakar. Sejarah
Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia menurut Arief Rachman. Jurnal
[11] Eva Rohillah. Transformasi
Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Fazlur Rahman. Skripsi Fakultas
Tarbiyah. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta 2003
[12] Hamam Faizin. Pesantren
sebagai lembaga pendidikan plural-multikulturalisme Islam-Indonesia. Jurnal
[13] Bintang Fistania
Sukatno. Konsep Pendidikan Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas.Skripsi
Tarbiyah. Universitas Muhamadiyah Surakarta. 2010
[14] Muhammad
Khotibul Umam. Konsep Pendidikan Islam dalam Pemikiran K.H. M.A. Sahal
Mahfud. Skripsi Tarbiyah. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta 2015.
[15] Nur Hikmah. Study
Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Skripsi
Fakultas Tarbiyah. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2014
[16] Saiful Latif. Konsep
Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam Menurut Azyurmadi Azra dan Abdul Malik
Fajar. Tesis Magister Pendidikan Islam. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. Yogyakarta. 2015
[17] Nandirotul
Ummah. Pendidikan Islam di Indonesia dalam Perspektif K.H. Abdurrahman
Wahid. Skripsi Fakultas Tarbiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
Salatiga. 2014
[18] Peter Salim.
The Contempory English-Indonesian
Dictionary, (Jakarta,; Modern English Press 1996 ), hlm. 2099
[19] Sutrisno &
Suyatno. Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern, Prenadamedia Group,
Jakarta. 2015
[20] Mahmud Arif, Pendidikan Islam
Transformatif, hlm 5
[21] Hujair AH.
Sanaky, Pembaharuan pendidikan Islam (Paradigma, Tipologi dan Pemetaan Menuju
Masyarakat Madani di Indonesia). Kaukaba Dipantara. Yogyakarta, 2015
[22] Ibid, Hlm. 12
[23] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan
Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1992.
[24]Ibid
[25] Zakiah
daradjat, ilmu pendidikan islam, (Jakarta: bumi aksara,2006), hal.28
[26] Abu ahmadi dan
nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta:rineka cipta,1997),hal.1
[27] Ahmad warid
khan, Membebaskan Pendidikan Islam (Yogyakarta:wacana, 2002), hal.56
[28] Ki Hajar
Dewantara, Pendidikan,(Yogyakarta,Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1977 ), hal 20
[29] Said agil
khusaini al- munawar, aktualisasi nilai-nilai qura’ni dalam sistem
pendidikan islam, (Jakarta:ciputat pres,2005), hal.14-15
[30] Soerjono
Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
(Jakarta : UI Press, 1996), hlm. 3.
[31] kartini
Kartono, pengantar metodologi research social, alumni, Bandung: 1980,
hal. 28
[32] M. Iqbal
Hasan, Pokok – pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Jakarta:Galia Indonesia, 2002, hal.11
[33]
Koentjaraningrat, Metode- metode Penelitian Masyarakat, Gramedia,
Jakarta:1981, hal. 29
[34] Kartini
Kartono,Op.Cit. hal.29
[35] Kartini kartono, Op.Cit., hal 28
Comments
Post a Comment