Biografi Hassan Hanafi dan Kegelisahan Akademik
Hassan Hanafi lahir pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo, Mesir. Masa kecil;nya diwarnai dengan kekacauan politik dan dominasi pengaruh asing akibat penjajahan di Mesir. Situasi ini menumbuhkan jiwa patriotik dan nasionalis pada diri Hassan Hanafi saat itu, saat usianya 13 tahun ia mengajukan mengajukan diri sebagai relawan dalam perlawanan perang melawan Israel pada tahun 1956. Namun kekecewaan diperoleh karena penolakan oleh Pemuda Muslimin karena umur Hanafi terlalu muda untuk ikut dalam perlawanan tersebut, akibat penolakan dari Pemuda Muslimin ini, ia menyadari jika di Mesir pada waktu itu memang sedang mengalami krisis persatuan dan perpecahan internal antar umat muslim.
Di masa mudanya, Hassan Hanafi mulai bergabung dengan kelompok Ikhwanul Muslimin atas saran dari pemuda Muslimin, akan tetapi setelah ia bergabung, dalam tubuh Ikhwanul Muslimin sendiri sedang mengalami perselisihan, melihat relaita ini Hanafi berpikir jika cara berpikir organisasi Muslim pada waktu itu masih cenderung berkotak-kotak. Dari sinilah Hassan Hanafi menyadari bahwa generasi muda Mesir saat ini dipenuhi oleh keegoisan dan kaku untuk saling menerima perbedaan demi menyatukan perpecahan dan krisis politik yang melanda Mesir.
Kekecewaan yang datang berulang kali inilah yang kemudian menyebabakan Hassan Hanafi mulai melirik dan tertarik pada dunia akademis dan pemikiran, pemikiran yang berpihak pada gerakan revolusi, keagamaan dan perubahan sosial. Karena selama ini yang dilihat oleh Hassan Hanafi adalah krisis persatuan dan statisnya semangat perkembangan keagamaan. Ketertarikan ini juga diilhami dari pemikiran Sayyid Qutb seperti prinsip-prinsip keadilan sosial. Di tahun 1952, Hassan Hanafi mencoba mencari jawaban dengan menempuh pendidikannya di Universitas Kairo untuk mendalami bidang Filsafat, akan tetapi tahun-tahun ini pun situasi politik di Mesir pun bertambah buruk dan kurang mendukung untuk merumuskan sebuah jawaban dari permasalahan yang memenuhi kepala Hassan Hanafi sejak kecil. Hal ini ditambah adanya perselisihan organisasi besar yang terjadi antara organisasi Ikhwan Muslimin dan gerakan Revolusi Mesir. Serangkaian peristiwa demi peristiwa yang ia alami di Mesir inilah yang kemudian membentuk dan mendorong Hassan Hanafi menjadi seorang pemikir, pembaharu dan sekaligus reformis. Terdapat di benakanya sebuah pertanyaan mengapa umat Islam mudah sekali dipecah belah dan mudah dikalahkan baik dalam mental fisik maupun pemikiran.
Pada tahun 1956, Hassan Hanafi memulai hijrah akademis ke Universitas Sorbone, Perancis. Guna mencari jawaban atas permasalahan-pemasalahan negerinya yang selama ini menghantuinya. Di sini, ia dilatih untuk berpikir secara metodologis dan sistematis dengan kerangka ilmiah yang modern. Tidak bisa dipungkiri jika jejak studinya di Perancis ini diwarnai juga oleh pemikiran-pemikiran Orientalis dan pemikir-pemikir Non-Muslim, ini terbukti Hassan Hanafi banyak membaca buku-buku mereka dan menelaahnya untuk dianalisis kedalam kerangka metodologi Islam yang selama ini dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya.
Selain itu beberapa cabang ilmu yang ia pelajari dari mereka seperti dari Jean Gaton seorang pemikir reformis Katolik, darinya ia belajar tentang metodologi berpikir, prinsip reformis, filsafat sosial, dari Paul Ricceur ia belajar tentang fenomenologi, kemudian dari Profesor Mansion ia belajar pembaharuan Ushul Fiqih. Untuk tujuan merekontruksi pemikiran Islam di negaranya, di Perancis inilah ia mengadakan penelitian dengan metode interpretasi sebagai upaya untuk memperbaharui Ushul Fiqh dan dengan metode fenomenologi sebagai metode untuk memahami agama dalam konteks ke masa kinian.
Sepulang dari Perancis, Hassan Hanafi bermaksud melayangkan pemikiran-pemikirannya untuk memperbaiki permasalahan – permasalahan negerinya seperti prinsip Barat kolonialisme, kapitalisme dam zionisme yang menggepun Islam dari sisi eksternal, sedangkan kemiskinan, penindasan, keterbelakangan keilmuwan Islam merupakan permasalahan Islam dari sisi internal. Situasi kondisi Politik dan krisis sosial di Mesir belum sepenuhnya pulih akibat kekalahan Mesir melawan Israel pada tahun 1967. Pada era ini pemikiran Hanafi dipengaruhi oleh faham-faham dominan yang berkembang di Mesir, yaitu nasionalistik-sosialistik-populistik yang juga dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabik, sekitar 80% ideologi ini mendominasi penduduk negara Arab. Tak terkecuali juga dalam hal ini, pemikiran politik dikalangan para sarjana dan cendekiawan muslim pun terpengaruh, hal ini lah salah satu yang membuat Hassan Hanafi mengikuti arus pemikiran ideologi yang diusung oleh Pan Arabik. Akan tetapi kritik akademis yang dilancarkan olehnya masih sebatas tatanan kajian ilmiah murni, tanpa kandungan reflektif yang bermuatan ideologis.
Baru pada akhir dasawarsa ini Hassan Hanafi mulai menampakan ghirahnya dengan melancarakan pendapatnya bagi keharusan bagi umat Islam untuk mengembangkan wawasan kehidupan yang progesif, dengan dimensi pembebasan (taharur , liberation). Wawasan semacam ini menurutnya bertumpu pada unsur-unsur penopang, unsur yang pertama adalah gagasan keadilan sosial yang harus digerakan dan dipelopori oleh seorang yang benar-benar dari semangat untuk menegakannya. Unsur kedua adalah adanya organisasi yang terorganisir yang ikut memotivasi demi tercapainya tujuan yang sama. Sekitar akhir tahun 1970 an Hassan Hanafi kembali harus meninggalkan Mesir karena mengalami permasalahan dengan pihak pemerintah dan Hassan Hanafi diminta pergi ke Amerika, di Amerika inilah ia belajar kembali dan sambil mengajar di Universitas Templ dan banyak berdikusi mengenai dialog agama kontemporer dan revolusi pemikiran modern. Sehingga sepulangnya dari Amerika, Hassan Hanafi kembali meneruskan tulisan-tulisannya mengenai pembaharuan pemikiran Islam yang sempat tertunda.
baca juga: https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/double-movement-teori-kajian-islam.html
baca juga: https://kopiirengadrees.blogspot.com/2019/02/double-movement-teori-kajian-islam.html
Di awal periode 1970-an, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir. Karya-karya lain yang ia tulis pada periode ini adalah Religious Dialogue and Revolution dan Dirasat al-Islamiyyah. Kemudian ia menulis al –Turats wa al- Tajdid mengenai pembaharuan pemabaharuan ilmu pengetahuan dan poitik, namun belum juga ini selesai ia mendapat penentangan dari skelompok pihak, karena pada waktu itu muncul gerakan besar yang anti-pemerintah yang pro Barat dan melindungi Israel. Hal ini membuat Hanafi terpaksa mengikuti arus perkembangan politik di Mesir dengan membuat tulisan ad Din wa Tsawrah. Sebagai seorang akademisi dan pendidik juga, Hassan Hanafi banyak mengisi waktunya dengan mengajar di Universitas Kairo dan berbagai universitas di Luar negeri sebagai Dosen tamu seperti di Belgia, di Universitas PBB di Jepang . Pengalamannya dengan para pemikir dunia dan pertemuan internasional baik di kawasan Eropa, Arab, Asia membuat Hanafi paham tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat Islam dunia.
Dirasat Islamiyyah sendiri ditulis sejak tahun 1978 dan terbit tahun 1981, memberikan penyajian dengan pendeskripsian dan analaisa rekontruksi terhadap warisan keilmuan Islam klasik seperti ushuluddin, ushul fiqh, tasawuf, dan filsafat. Pendekatan yang dilakukan oleh Hanafi adalah bagaimana pendekatan historis digunakan sebagai alat analisa perkembangan umat muslim. Setelah itu Hanafi berupaya untuk merekontruksi atas ilmu-ilmu tersebut dengan menyesuaikan tantangan Islam kontemporer.
Comments
Post a Comment